PBI UAD Gelar Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Inggris

Seminar_internasional_PBI_UAD

Seratus lebih penyaji dari dalam dan luar negeri mempresentasikan paper dalam Konferensi Internasional Bahasa Inggris. Acara ini diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Perhelatan akademik tersebut berlangsung pada tanggal 13 – 14 Oktober 2012 di Kampus 2 UAD, Jl Pramuka 42 Sidikan Yogyakarta. Acara yang bertajuk The 2nd UAD TEFL International Conference 2012 mengambil tema New Paradigms in Teaching English as A Foreign Language. Peserta yang hadir terdiri dari guru, dosen, peneliti dan mahasiswa berjumlah 200 orang.

Menurut Ketua Panitia, R. Muhammad Ali, S.S., M.Pd., bahwa penyelenggaraan konferensi internasional Bahasa Inggris merupakan yang kedua kalinya. Berbeda dengan konferensi sebelumnya yang berskala nasional.

Adapun pembicara yang diundang berasal dari berbagai universitas luar negeri, seperti Dr. Dat Bao (Monash Univeristy Australia), Prof. Irene A. Largo (University of Nueva Caceres Philippine), Dr. Shaik Abdul Malik Mohamed Ismail, (Universiti Sains Malaysia), dan Eran Williams, M.A. (ahli dari RELO (Regional English Language Office, Kedutaan Besar Amerika Serikat).

Selanjutnya dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UAD itu menginformasikan bahwa konferensi international bahasa Inggris diharapkan menghasilkan paradigma-paradigma, model-model, dan teknik-teknik baru pengajaran Bahasa Inggris di Indonesia.

Masih menurut R. Muhammad Ali, konferensi international merupakan kesempatan baik, bagi siapa saja yang ingin mengembangkan pengetahuan seputar pengajaran Bahasa Inggris mutakhir. ” Konferensi ini juga bermanfaat untuk mencapai keberhasilan penguasaan Bahasa Inggris di Indonesia, ” ungkapnya mengakhiri perbincangan dengan reporter Web UAD. (Sbwh/Doc)

Read more

Program Pendidikan Guru MIPA Bertaraf Internasional UAD Adakan Seminar ADICMASES

Kegiatan_MIPA_Internasional

Ahad (21/10) Program Pendidikan Guru MIPA Bertaraf Internasional (PPGMIPABI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) adakan seminar yang bertajuk “Ahmad Dahlan International Class of Mathematics And Science Education Students Seminar (ADICMASES) 2012”. Acara berlangsung di Kampus 2 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) ini di buka Rektor UAD, Drs. Kasiyarno, M.Hum. Kegiatan seminar tersebut menghadirkan pembicara Prof. Dr. Suyono, guru besar Universitas Negeri Jakarta.

Tak ketinggalan Kepala Dinas Pendidikan Kota/Provinsi, Kepala Majelis Dikdasmen Pengurus Wilayah/Daerah Muhammadiyah, kepala sekolah serta guru-guru dari sekolah mitra UAD berkesempatan hadir dalam acara seminar. Seminar ini juga diikuti oleh 120 mahasiswa PPGMIPABI dari program studi Pendidikan Matematika, Pendidikan Fisika, dan Pendidikan Biologi.

“Topik yang diangkat dalam seminar ini merupakan topik yang sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi terkini. Adapun materi seminar disesuaikan dengan bidang studi matematikan dan ilmu pengetahuan alam. Dan makalah sepenuhnya ditulis dalam bahasa Inggris” terang Syariful Fahmi, S.Pd selaku panitia pelaksana.

Irfan Yunianto, M.Sc. selaku ketua panitia menambahkan bahwa tujuan penyelenggaraan seminar untuk melatih dan membentuk sikap ilmiah mahasiswa terutama dalam hal diseminasi ilmu pengetahuan secara lisan maupun tertulis. Mahasiswa sebagai calon pendidik pada sekolah RSBI/SBI harus menyiapkan diri sebaik mungkin. Hal yang perlu disiapkan adalah penguasaan konsep-konsep sains dan teknologi dan keterampilan penggunaan berbahasa asing. Berdasarkan pertimbangan ini maka penulisan dan presentasi karya ilmiah menggunakan bahasa Inggris dengan memperhatikan kaidah-kaidah penulisan ilmiah.

Selanjutnya Irfan Yunianto, M.Sc mengungkapkan bahwa penyelenggaraan seminar diharapkan memperkenalkan kekhasan PPGMIPABI UAD pada sekolah-sekolah RSBI. (Sbwh)

Read more

Tawuran Pelajar, Sampai Kapan?

Oleh: Sudaryanto, M.Pd.

Dosen PBSI FKIP UAD Yogyakarta


Hantu bernama tawuran pelajar kembali bergentayangan! Kali ini, ia muncul di wilayah DKI Jakarta. Pada pekan lalu, dua nyawa pelajar di Jakarta melayang sia-sia karenanya. Dua pelajar itu bernama Alawy Yusianto Putra, siswa SMAN 6 Jakarta, dan Denny Januar, siswa SMA Yayasan Karya 66, Jakarta. Keduanya meninggal dunia akibat aksi tawuran pelajar. Pertanyaannya, mengapa aksi tawuran pelajar hingga kini masih terjadi?

Ada asap pastilah ada api. Ungkapan itu terasa pas dalam membaca fenomena tawuran pelajar belakangan ini. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus tawuran pelajar di wilayah Jabodetabek mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir, dari 2010, 2011, hingga 2012. Pada tahun 2010, ada 102 kasus tawuran pelajar, lantas mengalami penurunan pada 2011 (96 kasus), dan meningkat kembali pada 2012 (103 kasus).

Sementara itu, dari data serupa, jenjang pelaku tawuran pelajar cukup variatif, dari jenjang SD hingga SMA/K. Tercatat, jumlah pelaku dari jenjang SD lebih sedikit (2-4 orang) dibandingkan dengan jumlah pelaku dari jenjang SMA/K (28-43 orang). Dari angka-angka statistik itu, apa pesan yang dapat kita ambil? Bahwa tawuran pelajar di Indonesia kian mengkhawatirkan, juga perlu segera dicarikan solusi atas persoalan tersebut!

Atas kondisi itu, Mendikbud dan Menag, tiba-tiba saja mengusulkan untuk mencegah siswa tawuran dengan menambah jam pelajaran agama. Usulan itu alih-alih bersifat solutif, justru memperlihatkan bahwa pemerintah panik dan reaktif dalam merespons masalah tawuran pelajar. Saya sependapat dengan M Ihsan, Ketua Satuan Tugas Perlindungan Anak, bahwa menambah jam belajar tidak menyelesaikan masalah tawuran, justru menambah stres siswa.

Tawuran pelajar merupakan persoalan yang bersifat kompleks; menyangkut banyak pihak, seperti orangtua/keluarga, guru, dan sekolah. Dari lingkup keluarga, seorang anak yang kurang kasih sayang dan minim perhatian dari orangtuanya berpotensi untuk ikut-ikutan tawuran. Terlebih, bila anak tersebut biasa nongkrong setelah jam sekolah, tidak langsung pulang ke rumah. Lantas, upaya apa-apa saja yang bisa dilakukan guna menyetop tawuran?

Nah, becermin pada kesuksesan SMKN 1 Boedi Utomo (SMK Boedoet) dan SMKN 5 Jakarta (STM Bonser) (Republika, 28/9) dalam menyetop tawuran siswanya, ada beberapa saran yang dapat diterapkan. Pertama, adanya patroli guru dalam mengawasi siswa. Setelah jam sekolah, siswa diarahkan untuk segera pulang ke rumah, tidak nongkrong di tempat tertentu. Kedua, mengoptimalkan kegiatan ekstrakurikuler siswa. Siswa aktif dalam kegiatan tersebut.

Ketiga, mendayagunakan materi agama, khususnya akhlak dan budi pekerti, dalam waktu-waktu khusus, seperti seusai siswa salat dhuha di masjid atau mentoring. Keempat, mengubah sekolah menjadi lebih hijau, asri, tidak gersang, bersih, dan bersahabat. Kelima, adanya pemberlakuan sistem poin untuk setiap pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Dengan upaya-upaya di atas, kelak sekolah dapat menyetop aksi tawuran siswanya dengan siswa sekolah lain.

Ibarat kata, tawuran pelajar bagaikan benalu di pohon. Ia akan merugikan pohon yang ditumpanginya. Untuk itu, kiranya perlu usaha untuk mencabut benalu dari pohon tersebut. Begitu pula dengan tawuran pelajar, yang juga merugikan banyak pihak. Mulai dari orangtua, guru, sekolah, masyarakat, hingga pemerintah perlu kompak dalam mencabut ‘benalu’ tawuran pelajar yang telah mengakar sekian lama. Selama ada kemauan pasti ada jalan. Semoga![]

(Artikel ini dimuat di Suara Merdeka)

Read more

Bulan Bahasa, Pentingkah?

SudaryantoOleh: Sudaryanto, M.Pd.

Dosen PBSI FKIP UAD Yogyakarta

Bulan Oktober dikenal sebagai Bulan Bahasa. Disebut demikian, karena pada bulan tersebut terjadi peristiwa Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Dalam peristiwa itu, para pemuda dari berbagai daerah mengikrarkan diri pada satu simpul: Sumpah Pemuda yang berisikan pengakuan satu bangsa, bangsa Indonesia; satu tanah air, tanah air Indonesia; dan satu bahasa, bahasa Indonesia. Atas dasar itu, barangkali bulan Oktober dikenal sebagai Bulan Bahasa.

Terlepas dari kenyataan historis di atas, ternyata masih ada sebagian di antara kita yang belum mengetahui adanya Bulan Bahasa. Kalau pun mereka tahu, biasanya lebih bersikap acuh tak acuh, tak ambil peduli. Meminjam kata-kata anak muda saat ini, mereka seolah berujar, “Bulan Bahasa penting nggak sih?!” Ujaran semacam ini, dapat menggambarkan betapa ketidakpedulian mereka terhadap nasib bahasa Indonesia, selain juga menunjukkan sikap diri mereka yang egois.

Dari sikap ketidakpedulian lantas ditambah dengan sikap egois itu, lahirlah sikap ketidaksantunan, termasuk dalam berbahasa sehari-hari. Pelajar tidak santun kepada gurunya sehingga memunculkan rasa tidak hormat pula. Begitu juga pada anak-anak kita kepada orangtuanya. Dibandingkan dengan orangtua zaman dulu, orangtua saat ini terbilang agak “longgar” dan tak ambil pusing dengan perkembangan berbahasa anak-anaknya.

Para orangtua saat ini kurang menyadari bahwa kesantunan berbahasa juga bagian dari proses mendidik anak. Selama ini, entah karena bujuk rayu iklan atau karena ingin dipandang bergengsi, orangtua lebih bangga memasukkan anaknya ke sekolah yang mengajarkan bahasa asing (sebut saja: bahasa Inggris atau bahasa Mandarin). Di mata mereka, barangkali bahasa Indonesia atau bahasa daerah kurang menarik dan menjanjikan untuk mendapatkan pekerjaan nantinya.

Padahal, menurut ahli bahasa, anak-anak di usia 0-6 tahun (usia kritis dalam pemerolehan bahasa), dan yang duduk di bangku sekolah dasar sebaiknya diajarkan bahasa daerah (ibu). Pasalnya, dalam bahasa tersebut anak-anak diajarkan nilai-nilai, sikap dan karakter positif, seperti santun, hormat, dan cermat dalam berbahasa. Ketiga sikap positif tersebut, saya kira akan lebih efektif diajarkan di jenjang sekolah dasar, bahkan sejak dini.

Di samping itu, dalam proses mendidik anak, para orangtua dapat menggunakan sarana cerita/dongeng. Sebagai wujud ekspresi bahasa, cerita/dongeng perlu digunakan dalam menumbuhkan sikap dan karakter positif pada anak-anak. Jika cerita Kancil Mencuri Timun yang dibacakan, justru karakter pencuri yang akan tertanam di benak anak kita. Walhasil, kini begitu banyak kasus korupsi yang terkuak, baik di pusat maupun daerah.

Yang pasti, kemenangan Inggris dari Spanyol dalam perang di Pantai Gravelines, Perancis, pada Agustus 1588, banyak ditentukan oleh corak sastra rakyat Inggris yang penuh kisah petualangan dan perjuangan. Sementara sastra rakyat Spanyol lebih bergelimang kisah kemewahan dan hiburan. Karena itu, simpulan McClelland, tentara Inggris lebih membutuhkan keberhasilan (n-achievement atau n-Ach) daripada tentara Spanyol.

Akhirnya, becermin dari hal di atas, kiranya momentum Bulan Bahasa tidak boleh dilewatkan begitu saja. Dalam momentum tersebut, semua komponen bangsa, mulai dari pemerintah, para akademisi, hingga masyarakat dapat terus berkomitmen menggunakan bahasa Indonesia yang baik, benar, dan santun. Selain itu, yang tak kalah penting, kepedulian dan kecintaan terhadap karya-karya sastra Indonesia dan daerah perlu terus disemai. Selamat Bulan Bahasa![]

(Artikel ini pernah dimuat di Harian Jogja)

Read more

Jangan Ganggu KPK Kami!

Dani_ikom

Dani Fadillah*

Adalah sebuah kebijakan yang tidak dapat diterima oleh akal sehat jika DPR memiliki keinginan untuk mengebiri berbagai kewenangan ada pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan gencar menyuarakan untuk melakukan revisi Undang-Undang (UU) No 30/2002 tentang KPK. Apa lagi jika berbagai kewenangan itu selama ini terbukti ampuh untuk menangkap banyak musuh kita bersama, koruptor.

Dalam sikap husnudhon, mungkin sebenarnya DPR sebenarnya hendak melakukan berbagai langkah untuk menguatkan KPK, namun tampaknya yang terjadi adalah upaya DPR memperkuat fungsi, wewenang, dan tugas KPK telah ditunggangi oleh invsible hands untuk memereteli kewenangan KPK.

KPK berkemampuan untuk menyerang komunitas koruptordengan berbagai tingkatan kelas, kelas teri hingga kelas paus, dengan sangat signifikan. Meski terkadang ada yang menilai bahwa KPK tebang pilih dan dinilai lamban dalam menangani kasus-kasus besar, namun fakta yang harus dicamkan oleh semua pihak adalah sebuah fakta bahwa sejumlah wewenang yang melekat pada KPK saat ini telah menjadi virus menjadi “teror” khusus bagi para koruptor.

Makanya amat angat aneh, dan akan memancing sebuah pertanyaan besar, jika KPK telah terbukti secara nyata berhasil mengidentifikasi, menemukan, dan menangkap kouptor, lantas apa alasan Komisi III DPR RI ingin menyunat senjata-senjata ambuh KPK seperti wewenang untuk menuntut dan menyedap yang ada pada KPK? Andai benar-benar terjadi DPR berhasil mempreteli setidaknya dua wewenang yang tersebut di atas, maka DPR telah “berjasa” besar atas tumbuh suburnya praktik korupsi di negara ini.

Sungguh tidak bisa diterima oleh akal sehat dan logika, disaat semua kalangan sedang prihatin dengan penarikan para penyidik KPK yang berasal dari Polri, tiba-tiba dimunculkan wacana dari Komisi III DPR akan memperlemah KPK, dimana dalam draf revisi RUU ada poin tentang penghapusan wewenang penuntutan. Sudah barang tentu fakta ini mengejutkan semua kalangan.

Kenapa Komisi III DPR RI tidak membahas sesuatu yang bisa menguatkan KPK secara nyata? Membahas polemik soal kekosongan jabatan pada satu periode pada KPK misalnya, mengingat Pak Busyro Muqoddas yang akan habis lebih dahulu masa baktinya dibandingkan dengan empat pimpinan KPK lainnya, supaya KPK makin kokoh dan tidak dipusingkan oleh hal-hal yang berbau teknis pemilihan seperti itu, hingga bisa lebih konsen memberantas korupsi. Kenapa pula DPR tidak mendiskusikan urgensi penyidik independen milik KPK saja, sebagai respons atas gejala penarikan penyidik KPK oleh kepolisian.

Usul menghapus wewenang-wewenang ampuh milik KPK sudah pasti akan mendapat perlawanan keras dari semua elemen masyarakat Indonesia. Apa DPR benar-benar sudah tidak steril lagi dari para koruptor hingga begitu bernafsu melemahkan KPK. Ingat, jika sampai hal itu benar adanya dan DPR bersikukuh dengan usulan untuk melucuti kewenangan-kewenangan KPK, meminjam istilah dari salah seorang senior saya, DPR telah melakukan bunuh diri institusi.

Dipastikan bahwa usul menghapus wewenang penuntutan KPK dalam draf revisi UU KPK tidak akan mendapat restu dari rakyat. Rakyat akan terus mengawasi dan mengkritisi revisi UU KPK agar tidak kecolongan. Ditambah lagi pemerintah juga terkesan tidak konsisten dengan ambisi memerangi korupsi. Segala macam bentuk rintangan akan selalu dimunculkan oleh para koruptor dan antek-anteknya yang gemetar ketakutan dengan keberadaan KPK. Terlebih tikus-tikus berdasi itu telah ada yang menjadi bagian dari institusi-institusi yang memiliki pengaruh besar di Indonesia.

*Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan
(Artikel ini pernah dimuat di Republika)
Read more

Fakultas Teknologi Industri Sepakati MoU dengan SD Muhammadiyah Mutihan Wates

Fakultas_elektroFakultas Teknologi Industri Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada hari Sabtu 13/10/2012 menerima kunjungan dari SD Muhammadiyah Mutihan Wates. Pihak SD Muhammadiyah Muntihan Wates. Tamu yang hadir adalah Kepala Sekolah dan jajaran guru. Kegiatan ini dalam rangka implementasi pengabdian masyarakat Fakultas Teknik Industri Universitas Ahmad Dalan (UAD).

Dalam acara kunjungan tersebut kedua belah pihak sepakat menandatangani Nota Kesepahaman yang dituangkan dalam Memorandum Of Understanding (MoU). MoU ini berisi pembelajaran ROBOTIKA bagi siswa Sekolah Dasar. Isi dari MoU yang lain adalah pelayanan bagi siswa di sekolah dalam program Robotics Education Class/eksrakurikuler robot serta pendampingan kepada siswa untuk mengikuti lomba, olimpiade, kontes robot di lingkungan maupun di luar sekolah dalam rangka mencari bibit unggul.

Pada acara kunjungan itu tuan rumah Fakultas Teknologi Industri dihadiri oleh Dr. Abdul Fadlil, M.T (Dekan FTI), Kartika Firdausy, S.T., M.T. (Kaprodi Teknik Elektro), dan Nuryono Satya Widodo, S.T., M.Eng. (Pembina ROBOTIKA Teknik Elektro UAD).

“Dengan adanya kerjasama ini diharapkan mampu mengembangkan kualitas sumber daya manusia di tingkat sekolah dasar terutama dalam pemanfatan teknologi modern” ungkap Dr. Abdul Fadlil, M.T dalam sambutannya. (ns)

Read more

PENIPUAN YANG BERKEDOK PEMBERIAN BEASISWA

Diberitahukan kepada seluruh mahasiswa UAD. Akhir-akhir ini banyak SMS dan Telepon yang bermunculan berkedok penipuan, khususnya tentang BEASISWA yang mengatasnamakan UAD. Bagi Mahasiswa yang mendapat SMS/Telp terkait pemberian BEASISWA. Mohon konfirmasi dulu ke Biro Kemahasiswaan & Alumni (BIMAWA) di Kampus I. Atas perhatiannya terimakasih.

Ttd

BIMAWA

Read more

PELEPASAN KARYAWAN TIDAK TETAP UAD

Biro Finansial dan Aset menyelenggarakan acara pelepasan purna karya karyawan tidak tetap Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Acara yang berlangsung pada hari Sabtu, 13 Oktober 2012 tersebut bertempat di Ruang Sidang Rektorat Kampus 1 UAD, Jl. Kapas No. 9 Semaki Yogyakarta.

Pada kesempatan acara itu dihadiri ole Kepala Biro Finansial dan Aset Afan Kurniawan, ST., MT., Kepala Pengembangan Sumber Daya Manusia Arif Saptayuniarto, SE., M.Acc., Akt, Kepala Aset Kurniawan Ali Fachrudin, SE., M.Sci., Akt., Kepala Pusat Sumber Belajar Drs. Aris Thobirin, M.Si., dan perwakilan dari unit kerja terkait.

Dalam sambutanya Afan Kurniawan ST, MT., mengucapkan banyak terima kasih atas pengabdian dan dedikasi para karyawan tidak tetap yang sudah bekerja di UAD. Mereka telah bekerja sejak tahun 1980an ketika masih bernama IKIP Muhammadiyah hingga sekarang yang telah berubah menjadi Universitas Ahmad Dahlan.

“Tentu banyak kenangan indah yang tidak akan mungkin terlupakan semasa pengabdian bapak-bapak selama di Universitas Ahmad Dahlan” jelas Afan. Selanjutnya dosen Program Studi Teknik Industri FTI UAD ini mengharapkan tali silaturahmi tetap dijaga, meski sekarang sudah purna tugas.

Acara pelepasan karyawan tidak tetap diakhiri dengan pemberian kenang-kenangan dan tali asih. Berikut nama-nama karyawan tidak tetap yang sudah purna tugas, antara lain: Sumaryono, Edy Marsono, Sarjiyo, Suradi, Suratmin, dan Jalal. (Purbo)

Read more

PBI UAD Gelar Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Inggris

IMG_5615Seratus lebih penyaji dari dalam dan luar negeri mempresentasikan paper dalam Konferensi Internasional Bahasa Inggris. Acara ini diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Perhelatan akademik tersebut berlangsung pada tanggal 13 – 14 Oktober 2012 di Kampus 2 UAD, Jl Pramuka 42 Sidikan Yogyakarta. Acara yang bertajuk The 2nd UAD TEFL International Conference 2012 mengambil tema New Paradigms in Teaching English as A Foreign Language. Peserta yang hadir terdiri dari guru, dosen, peneliti dan mahasiswa berjumlah 200 orang.

Menurut Ketua Panitia, R. Muhammad Ali, S.S., M.Pd., bahwa penyelenggaraan konferensi internasional Bahasa Inggris merupakan yang kedua kalinya. Berbeda dengan konferensi sebelumnya yang berskala nasional.

Adapun pembicara yang diundang berasal dari berbagai universitas luar negeri, seperti Dr. Dat Bao (Monash Univeristy Australia), Prof. Irene A. Largo (University of Nueva Caceres Philippine), Dr. Shaik Abdul Malik Mohamed Ismail, (Universiti Sains Malaysia), dan Eran Williams, M.A. (ahli dari RELO (Regional English Language Office, Kedutaan Besar Amerika Serikat).

Selanjutnya dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UAD itu menginformasikan bahwa konferensi international bahasa Inggris diharapkan menghasilkan paradigma-paradigma, model-model, dan teknik-teknik baru pengajaran Bahasa Inggris di Indonesia.

Masih menurut R. Muhammad Ali, konferensi international merupakan kesempatan baik, bagi siapa saja yang ingin mengembangkan pengetahuan seputar pengajaran Bahasa Inggris mutakhir. ” Konferensi ini juga bermanfaat untuk mencapai keberhasilan penguasaan Bahasa Inggris di Indonesia, ” ungkapnya mengakhiri perbincangan dengan reporter Web UAD. (Sbwh/Doc)

Read more

Harga Beras Mahal ?

sukardi1

Oleh: Sukardi

Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan

Beras (nasi) telah menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia, sampai saat ini belum ada bahan makanan lain yang mampu mengungguli beras sebagai makanan pokok rakyat, baik untuk kepentingan keluarga keseharian maupun pada jamuan-jamuan resmi acara kemasyarakatan. Semua pihak mengakui, bahwa dibanding sajian makanan lain, nasi masih menjadi sajian jamuan terpopuler untuk semua tingkatan status social. Dikarenakan beras merupakan kebutuhan utama mayoritas masyarakat itulah yang menyebabkan masyarakat dan pemerintah menjadi peka terhadap perubahan kenaikan harga beras. Jika harga murah kasihan petaninya dan pemerintah khawatir mereka tidak bergairah bertani padi, kemudian pindah bertani produk lain akan berdampak semakin berkurangnya produk beras. Jika harga beras ditetapkan mahal kasihan rakyat mayoritas yang pada umumnya berpendapatan menengah ke bawah, mereka akan keberatan dan akan lebih terbebani kebutuhan hidup sehari-hari.

Persoalan besar terkait kebutuhan beras di Indonesia adalah, bahwa penduduk Indonesia terus bertambah, lahan pertanian kita terus terkikis oleh pengembangan pemukiman penduduk, pengembangan lahan industry dan pengembangan sarana fasilitas umum. Generasi muda kita banyak yang telah meninggalkan profesi orang tua di bidang pertanian dan beralih ke bidang jasa dan industry, oleh karenanya tidak aneh manakala di masa masa mendatang kebutuhan pangan, terutama beras terus menjadi perhatian yang serius dari pemerintah. Hukum supply deman akan terjadi,jika kebutuhan beras terus bertambah, persediaan semakin berkurang, yang akan terjadi harga beras menjadi naik. Untuk persoalan itu, saat ini pemerintah masih mampu mengendalikannya, pemerintah selalu mempunyai stok beras di bulog pusat perediaan pangan beras guna mengendalikan harga. Pemerintah masihmampu melakukan bargaining dengan petani dan pengusaha beras yang kondisinya tidak sekuat pengusaha industry lain. Jika persediaan bulog menipis, produksi beras rendah, pemerintah bisa import guna mengatasi kenaikan harga dan kekurangan beras.

Idealnya berapa harga beras ? Penentuan ideal harga beras banyak metode untuk menetapkan berapa harga beras di Indonesia ini perkilogramnya. Setidaknya ada tiga pendekatan menentukan harga beras: berdasar daya beli masyarakat, berdasar kebijakan pemerintah dan berdasar analisis bisnis bertani.

Jika penetapan harga beras berdasar kemampuan daya beli mayoritas rakyat kecil (berpendapatan rendah) Indonesia, tentu rumus harga beras berdasar kemampuan mereka dan akan ditetapkan harga beras rendah supaya mereka mampu makan nasi secara wajar dan hal ini akan menstabilkan kehidupan masyarakat golongan rendah.

Jika menentukan harga mengikuti kebijakan pemerintah, pemerintah menginginkan kestabilan kehidupan warga masyarakat, jangan sampai terjadi gejolak politik maupun criminal, maka harga harus disesuaikan kemampuan masyarakat.guna menetralisir kondisi.

Apabila menentukan harga beras berdasar pembelaan terhadap para petani (produsen beras), akan lain ceritanya. Apabila menentukan harga beras mengikuti pola yang terakhir, tentu penetapan harga beras mempertimbangkan hitungan besaran biaya sewa lahan tanam, biaya pembelian bibit, biaya tenaga kerja, berdasar biaya pupuk, biaya pembelian obat tanaman , biaya pajak, dan mempertimbangkan margin yang akan diperoleh. Para petani rata-rata tidak mempertimbangkan biaya sewa lahan, karena mayoritas petani telah memiliki lahan sendiri untuk tanam padi, jika para petani sewa lahan untuk bertani, mungkin pendapatannya tidak bisa impas biaya yang dikeluarkan dari produk yang diperolehnya dalam waktu yang cukup lama.

Sampai hari ini belum bisa ditetapkan harga beras mendasarkan pembelaan pada petani produsen beras, akan banyak dampak negatifnya bagi masyarakat luas. Pemerintah dalam kondisi dilemma antara membela rakyat pada umumnya yang harus menentukan harga beras harus murah atau pemerintah harus membela petani yang menentukan harga beras harus tinggi agar petani lebih bergirah mengelola pertaniannya.

(Artikel ini sudah diterbitkan di Harian Jogja)

Harga beras mahal ?
Read more