Libur Awal Ramadhan 1434 H
Libur awal Ramadhan 1434 H : 8 dan 9 Juli 2013
Libur awal Ramadhan 1434 H : 8 dan 9 Juli 2013

Selasa (4/6/2013) Sosialisasi hibah Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) berlangsung di Kampus 1 Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Hadir perwakilan dari Dikti Ibu Eva, Ibu Eli dan Bapak Manongar serta Bambang Suryo Atmoko dari tim pengarah hibah SPMI. Selain itu juga hadir perwakilan dari Perguruan Tinggi di antaranya: UAD, Mercu Buana (UMB) Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), AKPRIND dan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Ibu Eva menjelaskan tujuan Sosialisasi hibah Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) tersebut untuk meningkatkan Akreditasi Penjaminan Mutu Eksternal. Untuk menuju ke sana, kita perlu tingkatkan di SPMI agar saat ingin Akreditasi lebih leluasa.
Lebih lanjuta Ibu Eva menjelaskan Perguruan Tinggi yang akan mendapatkan hibah adalah Perguruan Tinggi yang sudah menjalankan SPMI. UAD salah satunya.”UAD merespon dengan baik, makanya diadakan di sini” terangnya.
“Harapannya dengan adanya Sosialisasi ini dapat memberikan langkah bagi Perguruan Tinggi untuk meningkatkan Akreditasi lebih baik” ungakap Ibu Eva saat di wawancarai tim web.uad. (Sbwh)

Dholina Inang Pambudi, M. Pd
Penulis merupakan (Dosen PGSD, FKIP Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)
Anak merupakan tumpuan masa depan, dan juga sebagai generasi penerus bangsa. Setiap anak memiliki hak untuk kelangsungan hidup; hak perlindungan dari pengabaian, penelantaran, perlakuan salah, penganiayaan, eksploitasi; hak mendapatkan kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang optimal jasmani, rohani dan sosial; hak untuk berpartisipasi dan berkembang demi mencapai masa depan yang lebih baik. Pola asuh atau parenting styleadalah salah satu faktor penting yang turut membentuk karakter anak. Seperti pepatah “Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya” dalam hal ini karakter yang ada pada seorang anak tidak akan jauh berbeda dengan karakter orang tuanya. Karena sejak lahir lingkungan terdekat anak adalah lingkungan keluarga. Apabila orang tua terbiasa mengasuh anak dengan penuh kasih sayang, dan kelembutan maka akan terbentuk karakter anak yang penuh kasih terhadap sesama. Namun sebaliknya, jika anak terbiasa diasuh dalam kekerasan, maka anak akan tumbuh menjadi seorang yang temperamental, dan cenderung akan memiliki kesempatan untuk tumbuh menjadi anak yang keras pula.
Stephen R. Covey memberikan sebuah pemikiran “Taburlah gagasan petiklah perbuatan, taburlah perbuatan petiklah kebiasaan, taburlah kebiasaan petiklah karakter, taburlah karakter petiklah nasib”
Dari gagasan di atas sangat jelas menunjukkan, bahwa pendidikan yang pertama kali dilihat, dirasakan, direkam oleh anak adalah pendidikan dalam keluarga. Sehingga, pembentukan karakter pada anak yang utama sangat dipengaruhi oleh pola asuh atau parenting style, meskipun faktor pendidikan dan lingkungan sekitar juga mempunyai peranan penting.
Karakter tidak bisa dibentuk dalam perilaku instan. Pendidikan karakter memerlukan keteladanan dan sentuhan mulai sejak dini sampai dengan dewasa. Menurut Hurlock, bahwa masa usia sekolah dasar atau masa akhir anak-anak (6-13 tahun) merupakan masa yang menyulitkan. Yaitu, suatu masa dimana anak-anak tidak mau lagi menuruti perintah dan anak lebih banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya dari pada orang tua atau keluarganya. Sedangkan saat di sekolah, mereka termasuk dalam periode krisis, dimana mereka harus diberikan dorongan untuk berprestasi sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Dalam hal ini, peran orang tua sangat penting dalam pemenuhan hak sekaligus penanaman karakter pada anak selain pendidikan yang didapatkan dari sekolah. Apabila peran orang tua dalam mengasuh anak kurang maksimal. Maka yang terjadi, pembentukan karakter anak tidak akan dapat berjalan dengan baik.
Pemerintah juga semakin memberikan perhatian lebih besar terhadap pendidikan karakter bagi generasi penerus bangsa. Hal ini sejalan dengan munculnya kurikulum 2013 yang akan diimplementasikan secara bertahap dengan menekankan pada penguasaan kompetensi kognitif, afektif, psikomotorik secara terpadu. Perubahan ini dilakukan seiring dengan tuntutan zaman, sekaligus menekankan pendidikan karakter bagi peserta didiknya. Sehingga dapat ditarik benang merah bahwa selain pendidikan yang didapat dari sekolah, optimalisasi peran orang tua dalam parenting style anak sangat berkontribusi besar pada pembentukan karakter anak.
Orang tua adalah lingkungan terdekat anak yang memiliki kesempatan dan peranan yang sangat besar dalam pembentukan karakter generasi penerus bangsa. Sebab, hanya bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu mencapai puncak peradaban dunia.

Yogyakarta (01/06/2013), Sejumlah 28 mahasiswa dan seorang dosen Program Studi Sastra Inggris Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar berkunjung ke Program Studi Sastra Inggris Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Kunjungan tersebut, merupakan serangkaian kunjungan rutin UMI setiap 2 tahun sekali di universitas-universitas yang berada di Pula Jawa, seperti : Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Malang, Denpasar, dan NTB. UAD sendiri selalu mendapatkan tempat untuk dikunjungi, hal ini dikarenakan hubungan baik yang telah terjalin antara UAD dengan UMI. Bahkan mantan rektor UMI sendiri kala itu, pernah mewajibkan agar apabila UMI melakukan kunjungan ke Pulau Jawa untuk tidak lupa ke UAD.
Program Studi Sastra Inggris UAD sendiri selaku tuan rumah, tidak menyiakan-nyiakan kesempatan ini dengan memberikan penyambutan terbaik dalam acara kunjungan tersebut. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Tri Rina (Ketua Prodi Sastra Inggris), bahwa prodinya mengadakan beberapa rangkaian acara dalam kunjungan ini, seperti : kesenian gamelan mahasiswa, musik akustik, diskusi ilmiah, serta keliling Prodi.
Gamelan adalah salah satu hal yang mendapatkan perhatian dari mahasiswa UMI. Mereka bahkan menyatakan ketertarikannya untuk berlatih gamelan. Saat sesi foto pun, hampir semua mahasiswa UMI meminta untuk difotokan bersama alat musik khas Jawa tersebut. Tidak hanya gamelan, sesi diskusi juga menjadi suatu hal yang menarik, dengan banyaknya pertanyaan dari mahasiswa UMI kepada Prodi Sastra Inggris UAD. Ketika diskusi ini, bahkan ada salah satu mahasiswa UMI yang menyatakan rasa harunya, karena saat kunjungan di UAD disambut sangat meriah berbeda dengan kunjungan di kampus-kampus sebelumnya.
Dalam beberapa hari melakukan kunjungan, banyak hal yang telah didapatkan oleh maahasiswa dan dosen UMI salah satunya adalah rasa bangga kepada Muhammadiyah. "Saya sangat takjub kepada organisasi Muhammadiyah, yang telah berhasil mengembangkan Perguruan Tinggi sampai dengan saat ini", ujar Harriatul Jannah (Dosen UMI). Sementara itu. dari Prodi Sastra Inggris UAD sendiri, berharap untuk tetap dapat menjalin kerjasama dengan UMI dalam kunjungan ini. Akan tetapi, ternyata ketika disinggung mengenai apakah ada kunjungan balasan ke UMI, Ulaya Ahdiani (Wakil Dekan) menyatakan bahwa sampai saat ini belum ada rencana ke arah sana mengingat biaya yang cukup besar. (CF)
Dani Fadillah*
Penulis merupakan Dosen Ilmu Komunikasi Politik UAD
Beberapa hari ini terakhir ini (kembali) merebak wacana bahwa pihak kepolisian akan menggelar operasi khusu untuk memberantasan premanisme. Kata Tanya yang harus muncul kepermukaan adalah; “Beranikah kepolisian melakukannya? Ingat, kata “beranikah” yang kita gunakan di sini, bukan “mampukah”
Secara kualitas, polisi kita mempunyai keterampilan fisik dan intelektual untuk menindak segala jenis kejahatan. Kemudian untuk urusan teknis-nonteknis lainnya kepolisian kita secara hokum diizinkan untuk menerapkan ketegasan lebih dan menggunakan senjata serta berbagai peranti lain yang mendukung tugas mereka. Kepolisian kita berpengalaman dan memiliki track record bagus dalam menumpas terorisme yang memiliki jaringan internasional, apa lagi yang “hanya” selevel premanisme. Sangat tidak seimbang jika kita membandingkan peta kekuatan polisi dengan dengan preman, dari segala sisi dan aspek sangat tidak sepadan. Maka jika kita logika dengan akal sehat atas semua pertimbangan tersebut dalam sekali gebrak saja para pengganggu ketertiban sosial itu bisa lenyap seketika.
Tapi kenyataannya premanisme tetap ada, bahkan semakin berkembang. Hingga wajar jika banyak yang menyangsikan keberanian polisi melakukan pemberantasan premanisme. Meskipun ada tindakan nyata para polisi mengambil sikap terhadap preman, selama ini yang ditindak hanya preman kelas “ecek-ecek” yang biasa mangkal dan berkeliaran di terminal, pasar,dll. Lantas preman macam apa yang harus ditindak oleh kepolisian?
Pengertian Preman & Premanisme
Bersandar pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, preman artinya adalah orang-orang yang melakukan kejahatan seperti penodongan atau pemerasan. Sedangkan premanisme adalah sebuah gaya hidup yang mengedepankan kekerasan. Jika definisi ini diperluas atau digabung, preman bukan hanya sebatas individu bertato atau yang berkeliaran sembari mengganggu keamanan dan kenyamanan masyarakat di tempat umum.
Namun juga organisasi yang berpolah premanisme. Entah yang berbulu organisasi massa kepemudaan, daerah, atau bahkan keagamaan, semua harus diberantas. Meski diri mereka dikemas dengan make up yang mencitrakan bahwa mereka adalah golongan yang intelek, beradab, bahkan tampak berakhlak dan sangat dekat dengan Tuhan, namun jika terbuti (apa lagi jika kasat mata) secara sistematis melakukan aksi premanisme, ya tetap ditindak.
Kembali pertanyaan dalam paragraph pertama di atas tadi “Beranikah polisi memberantas premanisme?” Pertanyaan ini relevan untuk kita kembangkan karena kerap kepentingan organisasi preman bersaling-silang kepentingan dengan oknum-oknum aparat ataupun pejabat. Kepentingan dimaksud bisa berupa kepentingan ekonomi demi mengakumulasi kekayaan atau politik untuk memperbesar dukungan.
Jika kita mau curiga, bisa jadi ada pelimpahan sebagian kewenangan aparat hingga membuat premanisme terorganisasi punya ruang gerak leluasa. Terbukti mereka bisa dengan bebas melakukan pembagian daerah kekuasaan bahkan menandainya dengan berbagai macam simbol (coretan, benderara, bace camp, dll), kemudian mengelola wilayah tersebut atas nama keamanan lingkungan dan sebagainya.
Jika demikian adanya, memberantas premanisme ibarat mengurai benang kusut. Sangat sulit karena satu-sama lain saling terkait kepentingan. Kalaupun dilakukan, yang terkena hanyalah preman kelas teri yang berkeliaran di jalanan sekadar untuk makan.
Kalau kepolisian kita hanya bisa seperti ini saja maka premanisme dijamin tidak akan pernah hilang dan justru akan kian berkembang karena mereka merasa aman. Sebaliknya rasa aman masyarakat tidak mungkin datang.

Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengirim alumninya untuk menjadi guru di beberapa sekolah di Had Yai, Songkhla, Thailand. Ada sembilan alumni yang telah dipilih oleh UAD di antaranya adalah: Fitri Nurul Hikayat (alumni Pendidikan Bahasa Inggris), Dwi Puji Lestari (alumni Pendidikan Bahasa Inggris), Atika Rahmi Nainggolan (alumni Pendidikan Bahasa Inggris), Islakhul Fatayati (alumni Pendidikan Bahasa Inggris), Nindyah Pratiwi (alumni Jurusan Sastra Inggris), Anis Asriati (alumni Jurusan Sastra Inggris) Fitri Nuryani (alumni Sastra Jurusan Bahasa Inggris), Islahuddin (alumni Bahasa Arab dan Sastra), Somanudin (alumni Bahasa Arab dan Sastra).
Acara yang berlangsung di Kampus 1 Rabu (22/5) tersebut dihadiri Wakil Rektor III Menurut Dr. Abdul Fadlil, M.T dan Drs Hendro Setyono, Drs., S.E., M.Sc. serta perwakilan dari KUI Intan Rawit.
“Mereka calon guru yang akan mengajar Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Arab untuk Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA)” ujarnya. Selanjutnya, kata dia. Mereka akan ditempatkan di beberapa sekolah, seperti Songserm Sasana Vittaya Yayasan Sekolah, Sekolah Islam Suksa, Jariyatham Sekolah, dan Sekolah Tayawittaya di Songkhla, Thailand.
Menurut Dr. Abdul Fadlil, M.T. Permintaan sekolah di Thailand Selatan terhadap alumni UAD sangat tinggi. Makanya kami mengirim mereka. Program ini selama setahun. “Semoga bisa memberi manfaat bagi alumni untuk pengalaman bekerja, karena akan menjadi satu pengalaman positif bagi mereka" katanya.
Sementara Staf Kantor Urusan Internasional (KUI) UAD, Intan Rawit mengatakan, permintaan terhadap alumni UAD untuk mengajar juga datang dari beberapa negara lain selain Thailand. Sebelumnya, telah ada dua alumni UAD yang mengajar di Foundation Saengtham Wittaya Trang School, Thailand Selatan dan Yasuli Bindulem yang juga mengajar di satu sekolah di sana.
"Kita juga sudah mengirimkan beberapa pengajar juga ke China sejak 2009. Ke depan, pihaknya akan terus mengembangkan sayap kerjasama untuk peluang pengiriman alumni ke negara lain” ungkapnya.
Kampus 1 (Kantor Pusat)
Jl. Kapas 9, Semaki, Umbulharjo, Yogyakarta 55166
Telepon : (0274) 563515, 511830, 379418, 371120
Faximille : 0274-564604
Email : info[at]uad.ac.id