Menilik Peragaan Puasa

Ulaya Ahdiani

Penulis adalah Dosen Fakultas Satra, Budaya, dan Komunikasi

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Saat saya sholat Maghrib di masjid, tiba-tiba terlintas dalam benak saya ucapan seorang ustadz beberapa waktu yang lalu. Dalam ceramahnya, beliau mengatakan, bahwa banyak di antara kita umat muslim yang ketika sholat, sebenarnya tidak benar-benar sholat. Mereka hanya memperagakan gerakan sholat saja. Terbukti dengan masih banyaknya perbuatan keji dan munkar yang dilakukan oleh umat muslim. Padahal, sholat itu mencegah perbuatan keji dan munkar, khan?

Lalu, mengapa ini semua bisa terjadi? Karena itu tadi, masih banyak di  antara kita yang sholat hanya sebagai peragaan gerakan saja, bukan sholat sebenar-benarnya sholat. Pada dasarnya sholat adalah sebuah tanda keimanan seseorang terhadap Allah, tanda kepatuhan seorang hamba kepada Allah. Sholat diawali dengan takbir, Allahu Akbar, Maha Besarkan Allah, meng Esakan Allah. Kemudian diikuti dengan ruku’ dan sujud, sebagai perwujudan dari ketidak berartian seorang manusia. Di mana pada saat posisi sujud, kepala kita lebih rendah dari, maaf, pantat kita. Itu berarti, dihadapan Allah, wajah yang selalu kita banggakan sebagai pusat orientasi manusia, ternyata ada kalanya harus lebih rendah daripada pantat, yang selalu kita tutupi dan malu apabila sampai terlihat orang lain.

Sholat juga diakhiri dengan salam, yang merupakan hikmah untuk menyebarkan kedamaian dan keindahan dimuka bumi terhadap sesama. Jadi, sholat pada hakekatnya adalah perwujudan dari hablun minallah sekaligus hablun minannaas. Berarti, seandainya kita sudah sholat sebenar-benarnya sholat, tidak hanya memperagakan sholat. Maka, sholat kita akan mempunyai bekas, yaitu kita tidak akan menyebarkan dengki dan dendam, tetapi kita menyebarkan kasih dan sayang.

Kita tidak akan menyebarkan kekerasan, namun kelembutan. Kita tidak akan menyebarkan kejahatan, namun kemuliaan. Tapi apakah itu semua sudah kita lakukan? Begitu kira-kira penjelasan ustadz tadi.

 

Sudahkan Berpuasa dengan Sebenar-benarnya Puasa

Menganalogikan dengan peragaan sholat di atas, saya kemudian berpikir tentang puasa. Jangan-jangan selama 30 hari orang menjalankan puasa, ternyata selama itu pula mereka hanya memperagakan puasa?

Pada dasarnya hakekat puasa adalah Imsak, yaitu menahan diri. Menahan diri dari lapar dan dahaga, serta menahan diri dari hubungan suami istri dan menahan amarah. Tapi masih banyak yang belum paham akan arti menahan diri. Karena sebenarnya rasa lapar, dahaga, nafsu syahwat dan amarah, adalah sebagian kecil dari nafsu yang ada pada diri manusia.

Manusia mempunyai nafsu ingin menguasai, ingin menindas, ingin kaya, ingin banyak pasangan, ingin mempunyai segala macam barang yang dinginkan, dan nafsu-nafsu lain, yang sering tidak tersentuh oleh ”puasa”. Kita bisa puasa makan, minum, berhubungan dengan suami atau istri, dan juga puasa marah. Tapi, bagaimana dengan puasa belanja? Bisakah kita menahannya?

Banyak orang harus bolak-balik mencari baju untuk anak-anak, ibu, suami dan untuk yang lainnya di Mall? Apakah barang-barang yang ada di rumah belum cukup? Bukankah di lemari masih banyak baju yang digantung, yang belum tentu 1 bulan sekali dipakai? Bukankah di rak juga masih ada beberapa pasang sepatu yang semirnya masih mengkilat? Bukankah di meja selalu tersedia makanan dan minuman yang selama seminggu pun tak habis kita makan bersama dengan keluarga? Dan masih banyak pertanyaan lainnya yang akan muncul. Bukankah hal tersebut juga bagian dari nafsu. Keinginan untuk memenuhi lemari dengan baju baru, memenuhi rak dengan sepatu baru, memenuhi meja dengan makanan enak, memenuhi kebutuhan anak dengan hal-hal yang lain?

Orang jarang menyadari bahwa ada nafsu lain yang tak terlihat oleh mata, yang itu sulit untuk dikendalikan. Kebanyakan orang memahami tentang nafsu hanyalah sebatas nafsu syahwat, nafsu amarah, nafsu lapar dan haus saja.

Menjadikan Masjid Sebagai Pusat Pembinaan Masyarakat Melalui Kegiatan Ramadhan

 

Ida Nurmila Isandespha, M.Pd

Dosen PGSD, FKIP Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Masjid masih dianggap sebagai tempat untuk beribadah saja dan masih sedikit sekali yang memfungsikan masid lebih dari itu. Hal ini tidak sepenuhnya salah namun berdasarkan sirah rosul, masjid tidak hanya digunakan sebagai tempat shalat saja melainkan juga digunakan sebagai tempat pembinaan masysrakat. Pada masa Rasulullah, masjid digunakan sebagai basis pembinaan moral, mental dan spiritual umat. Secara strategis sekarang ini masjid dapat difungsikan sebagai lembaga pendidikan untuk membina potensi masyarakat dari berbagai latar belakang. Pendidikan dan pembinaan masyarakat yang bisa dilakukan antara lain pembinaan dari aspek keagamaan, keilmuan, sosial, ekonomi, kesehatan, sosial, budaya dan seni.

Berdasarkan firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 18 yang bunyinya “Sesungguhnya orang yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk”.  Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yang memakmurkan masjid hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Memakmurkan masjid disini tidak hanya sebatas melaksanakan ibadah saja melainkan memiliki arti luas yaitu membangun, membersihkan, merawat, memelihara dan melaksanakan aktivitas kebaikan yang dibenarkan oleh syariat islam.

Pendidikan dan pembinaan masyarakat melalui masjid bisa dilakukan dalam bentuk kegiatan kajian ilmu dari berbagai bidang kajian yang disesuaikan dengan latar belakang, usia dan kebutuhan masyarakat. Bagi anak-anak pembinaan keilmuaan bisa dilakukan melalui Taman Pendidikan Al-Qur’an yang biasa dikenal dengan TPA. Sekarang ini tidak jarang pendidikan informal Anak Usia Dini (AUD) juga telah dilaksanakan di lingkungan masjid.

Pembinaan dan pendidikan aspek ekonomi dapat dilakukan dengan mengelola zakat, infaq dan sodaqoh. Tentunya di masyarakat ada keluarga mampu dan ada juga keluarga yang kurang mampu atau mungkin anak yatim piatu. Melalui lembaga zakat yang dikelola masjid diharapkan zakat, infaq, dan sodaqoh dari masyarakat yang mampu tersalurkan dengan baik kepada masyarakat yang kurang mampu di sekitarnya. Dari sini diharapkan terbentuknya masyarakat yang sejahtera.

Pembinaan dan pendidikan seni seperti seni membaca al-qur’an, qosidah, seni menulis kaligrafi, drama, puitisasi al-qur’an juga dapat dimaksimalkan di masjid. Fungsi sosial lain dari masjid yaitu masjid dapat dijadikan sebagai tempat pelaksanaan aqad pernikahan, rekreasi keluarga dan tempat rapat untuk membahas kemslahatan umat.

Sekarang ini masih sedikit sekali masjid-masjid yang memiliki peran sebagai pusat pendidikan dan pembinaan masyarakat. Melihat fungsi masjid yang sangat starategis dalam membina masyarakat agar menjadi masyarakat cerdas dan sejahtera, tentunya kita tidak mau ketinggalan untuk ikut berperan dalam mewujudkan hal tersebut.

Bulan ramadahan adalah bulan yang tepat untuk memulai memakmurkan masjid. Di bulan ramadhan suasana masjid terasa tidak pernah sepi dari pelbagai aktivitas peribadahan seperti takjilan, tadarus al-qur’an, sholat terawih dan kajian subuh. Semua orang menyambut ramadhan dengan suka ria. Anak-anak maupun orang tua sangat antusis dalam mengikuti kegiatan ramadhan di masjid.

Tugas yang penting sekarang ini adalah bagaimana mempertahankan gegap gempita ramadhan di bulan-bulan berikutnya. Dalam hal ini peran serta seluruh lapisan masyarakat sangat diharapkan dalam memberdayakan masjid sebagai lembaga pendidikan kemasyarakatan. Kontribusi yang diberikan masjid sebagai pusat pendidikan dan pembinaan masyarakat adalah memberikan rasa tentram, aman, kekuatan, kemakmuran dan mampu meningkatkan potensi ruhiyah manusia melalui bekal-bekal keilmuan, keiklasan, kesabaran. optimisme dan akhlak mulia lainnya, sehingga pada akhirnya akan tercipta masyarakat yang memiliki kualifikasi intelektual dan spiritual yang menjadi basis akhlak masyarakat Indonesia.

Koordinasi PDPT PTN dan Kopertis Se-Indonesia

 

 
Dalam rangka peningkatan kualitas data pendidikan tinggi tahun 2013 dan pengenalan laman baru 
http ://forlap.dikti.go.id, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi akan mengadakan kegiatan Koordinasi 
PDPT Perguruan Tinggi Negeri dan Kopertis Se-Indonesia pada  :   
 
Hari/Tanggal : Jumat, 26 Juli 2013 
Waktu        : Pukul 13.30 – 16.00 WIB (diakhiri dengan buka bersama) 
Tempat       : R. Sidang Ditjen Dikti Gedung D Lt. 2 
               Jl. Jend. Sudirman Pintu Satu Senayan Jakarta     
 
Sehubungan dengan rencana tersebut, dengan ini kami mohon bantuan Saudara untuk menugaskan 1 
(satu) orang operator PDPT untuk mengikuti kegiatan yang dimaksud. Kepada peserta  diharuskan 
membawa perlengkapan kerja diantaranya laptop dan modem serta membawa data pelaporan semester 
tahun 2012-1 (wajib) dan pelaporan semester sebelumnya bagi perguruan tinggi yang belum 
menyampaikan ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.   
 
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi hanya menanggung konsumsi selama acara berlangsung, untuk 
biaya perjalanan dinas dan akomodasi peserta mohon ditanggung masing-masing perguruan tinggi/Kopertis.   
 
Mohon peserta sebelum ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi agar dapat mengecek data pelaporan 
semester yang terdapat pada laman yang baru http ://forlap.dikti.go.id.   
 
Atas perhatian dan kerjasama yang baik kami ucapkan terima kasih.     
 

Puasa dan Pendidikan Anti Korupsi

Dani Fadillah*

Dalam Islam, puasa wajib dilaksanakan saat datangnya bulan Ramadan. Dalam waktu satu tahun ada waktu selama satu bulan dimana umat Islam ditempa untuk ber-laku prihatin dalam kawah candra dimuka bernama bulan ramadhan. Dimana dalam bulan Ramadhan umat islam diperintahkan untuk mengendalikan diri baik secara lahir mapupun batin, supaya menjadi pribadi yang bertakwa baik secara kerohananian maupun sosial.

Manusia laksana bermetamorfosis dari ulat yang rakus menjadi kupu-kupu nan cantik, berubah dari manusia yang dipenuhi syahwat dunia menjadi sosok hamba yang membawa rahmat bagi seluruh alam dengan iman dan takwa. Suasana religius yang khusyuk, serta dahaga serta lapar yang melanda berpotensi menghadirkan empati yang dapat membawa kita pada “kesalehan sosial” serta kesadaran bahwa manusia akan dimintai pertanggungjawaban pada hari yang dijanjikan kedatangannya (kiamat). Hari pengadilan seadil-adilnya, tidak seperti pengadilan manusia yang bisa direkayasa dan dimanipulasi. Namun yang ada pada hari itu sebuah pengadilan Tuhan yang tidak bisa disuap.

Sebuah Pertanyaan Besar

Sangat memalukan memang, Indonesia sebuah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia turut masuk dalam jajaran negara paling korup di dunia. Padahal setiap tahun selama sebulan penuh dilatih menahan diri dan mengasah jiwa melalui ibadah puasa.Sebuah pertanyaan besar apa yang sebenarnya salah dengan puasa umat Muslim di negeri ini. padahal puasa merupakan aturan serta sebuah  pendidikan dari tuhan yang amat luar biasa untuk membuat manusia mampu mengontrol nafsu dunia. Realitasnya, alih-alih korupsi berhenti dan lenyap dari muka bumi, kegemaran korupsi itu bahkan terus bertumbuh subur di negeri ini. Bahkan konon turut dijangkiti pula oleh politisi-politisi dari partai berlabel agama.

Apa puasanya dan syariatnya yang salah? Tentu saja tidak. Puasa pada bulan Ramadhan adalah Syariat perintah langsung dari Tuhan YME, dan tuhan tidak mungkin salah. Maka jawabannya adalah sangking korupnya manusia, jangankan anggaran negara, puasa pun dikorupsi di negeri ini. Kegemaran kita mengorupsi puasa menjadikan kita bangsa korup karena gagal membumikan pesan-pesan langit syariat puasa ini.

Korupsi puasa bisa dipetakan menjadi dua kategori. Pertama, mengkorupsi puasa dengan tidak menjalankannya padahal puasa hukumnya adalah fardhu ’ain (wajib wajib atas semua orang). Namun betapa mirisnya masih banyak yang menjadikan bulan istimewa ini sama saja dengan sebelas bulan lainnya. Banyak umat islam yang tidak berpuasa, asyik makan, minum, dan merokok di ruang publik tanpa malu-malu, bahkan terkesan bangga.

Kedua, menjalankan puasa tapi masih gemar berdusta, bergunjing, bahkan korupsi yang jelas-jelas adalah musuh semua agama. Tidak menutup kemungkinan bahwa inlah fakta dari pelaksanaan puasa di negara kita hingga mengakibatkan masyarakat, khususnya para pemimpin kita tidak pernah bisa mempelajari hakikat dan hikmah berpuasa, apalagi membumikannya dalam hidup keseharian.

Nabiyullah SAW pernah menyampaikan pada kita semua bahwa betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa pun selain hanya lapar dan dahaga saja. Puasa ramadhan sungguh memiliki hikmah yang luar biasa. Sayangnya justru umat Islam sendirilah yang mendekonstruksi dengan mengorup makna dan keagunganNya. Akibatnya, kita terjebak sekadar pada gempita ritualitas semata, namun gagal beroleh lautan hikmah dariNya.

*Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahla

Menilik Budaya Takjil di Bulan Puasa

Sule Subaweh

Karyawan UAD

Takjilan menjadi budaya pada bulan puasa terutama di masjid-masjid. Takjilan merupakan sumbangan kaum Muslim atau jemaah Masjid yang diberikan secara bergantian sesuai jadwal setiap hari selama Ramadhan. Takjil sendiri berasal dari bahasa Arab disebut ‘ta’jiilul fithr’ artinya mensegerakan berbuka puasa. Akan tetapi makanan yang disajikan untuk berbuka puasa biasanya juga disebut dengan takjil.

Di bulan puasa di bulan penuh hikmah, orang berbondong-bondong panen pahala, salah satunya dengan memberikan buka puasa kepada orang berpuasa atau takjil. Orang yang berpuasa meninggalkan makan dan minumnya. Jika dia dapat membantu orang lain yang berpuasa agar kuat dengan makan dan minum maka kedudukannya sama dengan orang yang meninggalkan syahwatnya karena Allah, memberikan dan membantukannya kepada orang lain. Namun yang jelas, pemberian takjil harus didasarkan pada keikhlasan pribadi masing-masing tanpa rasa keterpaksaan.

Orang yang memberikan buka akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang yang berpuasa tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Barang siapa yang memberi buka orang yang berpuasa, niscaya dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sama sekali.” (Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Selain itu, orang yang memberikan buka kepada orang yang berpuasa, Malaikat akan mendoakannya sampai orang yang berpuasa tersebut menyelesaikan hajatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: "Sesungguhnya orang yang berpuasa jika ia berbuka pada seseorang, maka malaikat akan mendo'akan orang tersebut hingga orang yang berpuasa tersebut selesai hajatnya, atau: Sampai menyelesaikan makanannya." (HR Darimi dan Abu Ya'la dengan isnad Jayid).

Atas dasar hadis di atas, banyak orang memberikan takjil yang berlangsung selama bulan puasa, biasanya dipusatkan di masjid, surau, musholla, atau langgar. Suasana masjid menjadi lebih hidup. Pemberian takjil biasanya dilakukan menjelang berbuka. Banyak macam pemberian takjil, seperti nasi, roti, kurma, kolak, teh, maupun camilan tradisional lokal lainnya. Takjil disediakan oleh umat secara sukarela sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama. Untuk itu disyari’atkan bagi umat muslim memberi hidangan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa bersamanya, karena makanan ketika itu sangat disukainya. Di situlah letak nikmat sesungguhnya. Itulah keutamaannya memberikan makanan berbuka untuk orang yang berpuasa.

Kebiasaan memberi takjil itu menjadi rutinitas dan menjadi tradisi dalam masyarakat. Sehingga pada bulan Ramadhan, sudah bisa diduga, masjid-masjid akan terelihat ramai dan lebih makmur jika dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.

Penulis berharap, kebiasaan-kebiasaa baik yang dilakukan di bulan puasa tidak hanya berhenti pada bulan puasa saja. Saling memberi seharusnya juga menjadi tradisi pada bulan dan hari-hari biasa. Bulan puasa seharusnya menjadi renungan untuk kita dan menjadikan awal setafet untuk melakukan hal baik.   

Semoga pada bulan-bulan yang lain kepekaan kita terhadap orang yang membutuhkan dan keikhlasan kita saat member, sama dengan ketika bulan puasa. Semoga.

Inovasi Pendidikan: Modul Pembelajaran Berprograma Diujicobakan di SD dan SMP

Di era modern ini, pembelajaran di sekolah dituntut untuk lebih inovatif agar materi yang disampaikan oleh guru dapat terserap ke siswa secara baik dan benar, sehingga dapat lebih memotivasi daya kreatif siswa. Pembelajaran berprograma merupakan jenis inovasi pendidikan dengan prinsip-prinsip belajar melalui langkah pendek, materi dari unit terkecil. Pembelajaran model ini mendorong belajar dengan aktivitas tinggi, adanya umpan balik, maju berkelanjutan.

Pembelajaran berprograma bertujuan untuk pembelajaran secara individual. Jika sudah mengenal pola pembelajarannya, maka anak tidak perlu didampingi oleh guru maupun orang tua. Setiap unit harus dipelajari tuntas (mastery learning system), adanya tes dalam setiap unit, untuk mengetahui ketuntasan materi. Jika siswa belum dapat menjawab dengan benar dia wajib untuk kembali ke bingkai-bingkai sebelumnya dimana dia belum menguasai materi. Setelah jawabannya benar, baru siswa yang bersangkutan boleh melanjutkan ke bingkai berikutnya.

Adalah mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan dengan Dosen Pembimbing Prof. Dr. Suharsimi Ariekunto pada Kamis (31/1/2013) melakukan ujicoba di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta dan Sabtu (20/7/2013) melakukan ujicoba di SD Muhammadiyah Ngupasan, Yogyakarta. Modul Berprograma hasil karya mahasiswa pada matakuliah Inovasi Pendidikan yang diujicobakan untuk SMP meliputi mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), sedangkan di SD meliputi mata pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan (PKN), dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Dalam praktik pembelajaran berprograma tersebut, siswa terlihat sangat antusias. Tidak ada rasa canggung sedikitpun meski yang mengajar bukan guru kelas mereka. Suasana kelas begitu hidup dengan adanya tanya jawab, kerjasama antar siswa terbangun baik.

“Pembelajaran ini melatih anak untuk berfikir kreatif, jujur, mandiri, dan bertanggung jawab,” ungkap Suprapti, S.Pd. yang mempraktikkan Modul Berprograma PKN didampingi Sukiyah, S.Pd. Kepala Sekolah sekaligus penyusun Modul Bahasa Indonesia. Hal tersebut dibenarkan oleh Joko Widiyanto, S.Pd. yang mengungkapkan bahwa akivitas siswa cukup tinggi digambarkan dengan banyak kegiatan dalam berfikir, bertanya, dan menjawab. “Anak yang pandai akan sangat menikmati pembelajaran model ini, tetapi bagi yang kurang pandai masih perlu pendampingan, “ demikian tambah Joko mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan Angkatan II. Sedangkan Sri Harini, S.Pd. dan Riyanto, S.Pd. yang melakukan ujicoba modul di SMP menyampaikan bahwa bahan ajar yang diberikan cukup mampu mewakili guru. Saat mengajar guru harus memberikan contoh/ilustrasi, penguatan, respon, bahkan motivasi. Kalau guru tidak kreatif, bisa-bisa tidak dianggap/diacuhkan, karena siswa sudah sangat asyik dengan modul.

Pengamatan pelaksanaan pembelajaran berprograma dilakukan oleh Yuliani, S.Ag., Naqiyah, S.E., Danang Sukantar, S.Pd. dan dipimpin oleh Prof. Dr.Suharsimi. Program inovasi pendidikan ini dibiayai oleh Program Studi Magister Manajemen Pendidikan dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan (LPP) UAD. (danang)

PG-PAUD Tandatangani MoU dengan TK ABA se-DIY

Rabu (24/7/2013)  Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD) tandatangani Memorandum Of Understanding (MoU) dengan TK ABA se-DIY. Selain penandatanganan MoU, PG-PAUD juga meyelenggarakan workshop selama tiga hari, dari Rabu s/d jum'at. Acara tersebut dalam rangka meningkatkan profesional (PG-PAUD).

MoU PG-PAUD dengan TK ABA se-DIY tersebut, dibuka oleh Dr. Muchlas MT. (warek I), selain itu hadir juga Ketua Prodi PG-PAUD Alif Muarifah, S.Psi.,M.Si dan Dekan FKIP Dra. Trikinasih Handayani, M.Si,  PWA DIY, dan guru TK yang menjadi lembaga mitra PG-PAUD.

Acara yang berlangsung di kampus 5 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) jl Ki Ageng Pemanahan no.19 Sorosutan Yogyakarta tersebut, mengusung tema "Mengenali dan mengendalikan emosi anak" Ibu Alif Muarifah menyampaikan, kita sebagai guru harus lebih kreatif, inovatif agar dapat mengendalikan emosi anak. “Dengan kerjasama ini diharapkan kedepan kita lebih baik” harapnya.

Pada kegiatan workshop, para peserta akan diberikan materi yang terdiri dari: pengenalan emosi, pengendalian emosi dan kemampuan mengekspresikan emosi dengan tepat (peningkatan emosi positif). (Doc)

Mengolah Biji Kefir Menjadi Obat Penurun Berat Badan

Adalah Bagus Wisnu Harimurti, Intan Dwi Isparulita, Elza Novita Putri, mahasiswa semester IV Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri (FTI) dan Tika Jayanti mahasiswa Fakultas Farmasi UAD.

Keempat mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta tersebut berhasil mengubah biji Kefir (Japanese Crystal Algae) menjadi obat untuk menurunkan berat badan (obesitas).

Di bawah bimbingan dosen FTI UAD Siti Jamilatun, hasil penelitian mahasiswa UAD berjudul 'Pemanfaatan Biji Kefir Sebagai Penurun Obesitas' ini bisa memenangkan 'Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian dari Dirjen Dikti Kemendikbud 2013.'

Menurut Bagus, biji Kefir merupakan sejenis tumbuhan alga. Alga ini kata dia, dengan mudah bisa berkembang biak di tempat atau wadah plastik maupun kaca. Biji Kefir sendiri kata dia, mengandung bakteri bermanfaat untuk menurunkan obesitas antara lain Lactobacillus Bulgaricus. Bakteri inilah yang berperan penting dalam penurunan kolesterol dan berdampak pada penurunan obesitas manusia. 

“Biji Kefir yang banyak tumbuh di daerah Pegunungan Kaukakus tersebut bisa menurunkan berat badan penderita obesitas hingga 25 kilogram dalam kurun tiga bulan. Obat obesitas dari biji yang berwarna bening laksana kristal inipun mudah pembuatannya dan bisa diperoleh di berbagai tempat” tambahnya.(Sbwh)

UAD Gelar Pengajian dan Buka Puasa Bersama Amien Rais

Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menggelar acara Pengajian dan Buka Puasa Ramadan 1434 H di Kampus 3, Senin (22/7). Acara tersebut diikuti oleh seluruh dosen, karyawan, dan mahasiswa di lingkungan UAD. Penceramah yang hadir ialah Prof. Dr. H. Amien Rais, M.A., Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah yang juga Guru Besar FISIPOL Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Dalam ceramahnya, Prof Amien menyampaikan, saripati hikmah dari ibadah puasa Ramadan ialah agar kita selaku umat Muslim dapat mengendalikan hawa nafsu. “Sebab, dalam diri kita, setiap manusia diberikan dua kekuatan yang saling berlawanan, yaitu kekuatan iman dan hawa nafsu,” ujarnya.

Kedua kekuatan tersebut, lanjut Prof Amien, perlu dimanajemen secara baik. Apabila kita hanya menuruti hawa nafsu, katanya, maka kualitas diri kita telah turun sebagai manusia. Sebaliknya, apabila kita hidup tanpa hawa nafsu, sesungguhnya hal itu tidak mungkin. “Jadi, jalan yang terbaik ialah dengan menyeimbangkan kekuatan iman dan hawa nafsu,” ajaknya.

Menurut Prof Amien, dengan berpuasa kita pun dapat belajar hikmah dari sosok Nabi Yusuf a.s. “Beliau merupakan contoh hamba Allah swt yang tetap istiqomah berpuasa meskipun dirinya menjadi raja di Mesir dan menguasai gudang-gudang makanan di negeri tersebut,” katanya. [sdy]

Membentuk Karakter Melalui Cerita Motivasi

Sule Subaweh

Karyawan UAD

Pengamat Pendidikan

Pendidikan berkarakter pada kurikulum 2013 begitu ramai diperbincangkan. Bahkan pemerintah telah siap dengan kurikulum terbaru berbasis karakter Kemahiran Berfikir secara Kreatif dan Kritis (KBKK) untuk direalisasikan. Kurikulum yang didesain dengan tujuan agar siswa mendapat latihan berfikir secara kritis dan kreatif untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah dengan bijak, dapat mengaplikasikan pengetahuan, pengalaman dan kemahiran berfikir secara lebih praktik sama ada di dalam atau di luar sekolah, dan dapat menghasilkan idea atau ciptaan yang kreatif dan inovatif.

Pendidikan karakter mengingat telah terjadi degradasi moral pada masyarakat bangsa kita ini khususnya generasi penerus bangsa. Pertanyaannya apakah perubahan kurikulum ini bisa menjamin terbentuknya karakter anak?

Faktor guru

Salah satu faktor keberhasilan kurikulum adalah guru. Banyak guru-guru atau pendidik cerdas di antara kita, namun hanya segelintir dari mereka yang jujur dan bisa membakar semangat siswanya untuk belajar. Mereka cerdas, pengetahuannya luas tapi tidak banyak dari mereka yang bisa membangun motivasi anak didiknya. Sebab itulah banyak siswa hanya bisa menghafal daripada mengembangkan. Banyak siswa yang tidak mampu menjangkau imajinasinya untuk berkembang sehingga imajinasi yang muncul adalah pikiran-pikiran yang kurang bermanfaat yang mengakibatkan mereka tidak punya karakter yang bermoral.

Salah satu penyebabnya adalah kurangnya retorika guru dalam menyampaikan pelajaran. Retorika yang menyelipkan unsur motivasi dalam mata pelajaran masih jarang digunakan oleh guru. Sehingga siswa hanya menerima tanpa bayangan motivasi atas apa yang diterimanya.

Kebanyakan guru hanya bisa bercerita tanpa muatan motivasi yang kuat. Lepas dari dunia diksi bercerita. Banyak guru yang hanya mendapatkan bahan ajar dari literatur internet atau buku. Buku akan berbeda rasa dan imbasnya di hati ketika seseorang itu mengalami sendiri apa yang ia ucapkan. Sebenarnya jika guru mampu bercerita dengan baik, sekalipun menggunakan bahan dari buku cerita yang dibaca dan mampu memberikan motivasi, itu tidak masalah. Hanya saja tidak banyak guru yang bisa bercerita dengan baik. Maksudnya tidak sebaik menceritakan pengalamannya sendiri. Sehingga banyak pesan moral dalam cerita tidak sampai dengan baik.

Dengan pengalaman guru sendiri siswa akan mendapat asupan motivasi dari sumber yang tepercaya. Seorang guru melalui cerita yang dialaminya menjadi bahan ajar bagi anak didiknya. Dengan bercerita tentang pengalamannya sendiri, siswa akan lebih yakin bahwa apa yang didengarnya begitu nyata. Sebab orang yang mengalami sebuah peristiwa dialah pendongeng yang sesungguhnya.

Orang yang menceritakan pengalamanya sendiri akan lebih lues, dengan aliran alur cerita yang sudah menyatu dengan dirinya sendiri. Sehingga terlihat dan terasa begitu nyata. Terlebih dengan gaya bahasa yang baik.

Mari jadikan diri kita sebagai sosok pendidik yang mampu memberi motivasi hidup untuk anak didik kita melalu cerita inspiratif dari diri kita sendiri, bukan hanya cerita bualan kosong tapi sebuah realita hidup. Semua kalimat motivasi yang berasal dari pengalaman hidup akan lebih bermakna dan membekas di lubuk hati setiap orang yang mendengarnya. Guru dengan segudang pengalaman hidup, seluas samudra ilmu dan wawasannya, sebening air budi dan akal kita. Maka menamkan karakter pada anak tidak akan sulit, karena mereka melihat sosok kita benar seperti apa yang mereka lihat di depan mata. Dengan begitu sisiwa dapat meningkatkan aspek kognitif dan afektif, dan seterusnya perkembangan intelek mereka yang berkarakter. Semoga.