Pelantikan IMM Pimpinan Cabang Djasman Al-Kindi

Minggu (28/06/2015) bertempat di gedung Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Jalan Cik Di Tiro, Yogyakarta, sejak pukul 10.30-12.30 WIB diadakan pelantikan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Pimpinan Cabang (PC) Djasman Al-Kindi.

Djasman Al-Kindi merupakan PC yang mencakup kota Yogyakarta dan menaungi seluruh Pimpinan Komisariat di Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Di DIY sendiri terdapat beberapa PC. Setiap PC menaungi beberapa universitas di DIY dan sekitarnya.

Dalam pelantikan tersebut, hadir Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Surya Darma Sufi,  Aris Madani selaku Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM), serta Drs. Fadli, M. Hum. sebagai perwakilan wali kota Yogyakarta. Turut hadir pula tamu undangan dari berbagai universitas di DIY dan sekitarnya.

Ketua Umum PC IMM Djasman Al-Kindi periode 2015-2016 adalah IMMawati Lady Farhana, mahasiswa semester 6 fakultas Psikologi UAD. Sebelumnya, ia merupakan Ketua Umum IMM Pimpinan Komisariat (PK) Psikologi. Dalam sambutannya ia berujar, “Saya mengharapkan kerja sama dari semua agar amanah ini dapat diemban dengan sebaik-baiknya.”

Sementara itu, Surya Darma Sufi dalam sambutannya menuturkan bahwa kesuksesan sebuah organisasi dapat dilihat pada generasi selanjutnya. Karena di situlah dapat dilihat generasi penerus dari hasil kaderisasi.

“Pesan saya, dekatlah dengan pemerintah agar dimudahkan dalam menjalankan kegiatan,” tutupnya. (AKN)

Mudahnya Doktrin Menjadi Teroris

“Karena mereka merasa ada ketidakadilan, ketidakpuasan, rasa dendam, kesenjangan sosial, kemiskinan, dan ideologi atau paham radikalisme.”

Demikian jawaban Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Drs. Saud Usman Nasution, S.H.,M.Hum. saat mendapat pertanyaan tentang alasan beberapa orang memilih menjadi teroris.

Menurutnya, Komisaris Jenderal Polisi dan keterlibatan masyarakat sangat penting untuk menumpas teroris dari hilir ke hulu. Maka dari itu, kita perlu pendekatan dengan masyarakat.

“Untuk menanggulanginya, kami harus mengenal mereka (teroris) dengan pendekatan budaya dan pendekatan dengan masyarakat agar mengetahui betapa bahayanya teroris. Nanti jika masyarakat paham, mereka akan mempunyai upaya ikut serta membatu untuk menemukan terorisme dan melaporkannya kepada kami,” terang Nasution saat menjadi narasumber dalam Pengajian Ramadhan 1436 H Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Sabtu (27/6/ 2015).

Acara yang mengangkat subtema “Dakwah Muhammadiyah di Tengah Isu Radikalisme dan Terorisme” ini di hadiri oleh civitas UAD dan para anggota Muhammadiyah. Selain itu, juga turut hadir M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum. dan Riefqi Muna, Ph.D. serta mantan teroris Jamaah Islamiyah, Abdurahman.

Menurut Abdurahman, radikalisme dan terorisme sangat dekat dengan kita. Maka jaga anak generasi kita. “Pada saat saya menjadi teroris, waktu itu umur saya 17 tahun, dengan mudah mereka mendoktrin dan mencuci otak saya. Itu tahun 90-an, dan teknologi tidak secanggih seperti sekarang ini. Sekarang, orang tidak perlu keluar rumah untuk melakukan aktivitas.”

“Media sosial dalam kehidupan kita adalah hal yang paling gampang untuk mendoktrin. Oleh karena itu, generasi sekarang lebih gampang untuk didoktrin. Para teroris lebih leluasa. Mereka tidak perlu datang menemui, cukup duduk di komputer dan melancarkan aksinya,” tambah Adurahman.

Abdurahman mengaku, hingga saat ini ia masih merasa takut anaknya dan generasi muda Indonesia seperti dirinya dulu.

Dakwah Muhammadiyah di Tengah Isu Radikalisme dan Terorisme

Menurut Riefqi Muna, Ph.D. persoalan atau isu terkait radikalisme agama akhir-akhir ini menguat dan menjadi tantangan serius bagi semua pihak—baik di tingkat global, nasional, lokal, tidak terkecuali bagi Muhammadiyah. Radikalisme dan terorisme menjadi persoalan serius bagi viktimisasi umat Islam di berbagai negara, terutama di Eropa dan Amerika. Pelaku kekerasan tidak berpikir terlalu panjang bahwa yang dilakukan akan mencelakakan muslim yang tinggal di negara-negara yang mayoritas nonmuslim.

Alhasil, orang-orang yang bernama Islam atau Arab menjadi target bagi sistem surveillance dan pengamanan di berbagai fasilitas internasional, seperti bandara internasional.

“Inilah yang akan menjadi tantangan dakwah bagi Muhammadiyah. Kita harus berdakwah dengan cara yang halus, terbaik, menyenangkan, bersahabat, dan menghargai kebhinekaan,” katanya dalam Pengajian Ramadhan 1436 H Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Sabtu (27/6/2015).

Riefqi menambahkan, menghadapi radikalisme dan terorisme tidak bisa dilakukan hanya dengan satu pendekatan. Ada tiga domain dalam menghadapi masalah radikalisme, yaitu dengan domain negara, masyarakat, dan intra-agama. 

“Nah, Tiga hal tersebut perlu terus dipantau,” terang Riefqi yang juga Ketua Lembaga Litbang PP Muhammadiyah tersebut.

Pada acara itu hadir pula Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Drs. Saud Usman Nasution, S.H., M.Hum. dan M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum. sebagai pembicara dengan mengusung tema “Mencari Akar Ideologi Radikalisme dan Tanggung Jawab Negara”.