Mengkaji Sisi Psikologis dari Game Pokémon GO

Oleh : Muhammad Hidayat, S.Psi., M.Psi., Psikolog.

Clinic for Community Empowerment (CCE) Fakultas Psikologi UAD

 

Sejak dirilis beberapa waktu yang lalu, game Pokémon GO telah menjadi buah bibir di berbagai kalangan masyarakat. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa membincangkan tentang Pokémon GO. Beberapa sumber menyebutkan unduhan aplikasi untuk memainkan game ini sudah melebihi angka sepuluh juta. Sebagai contoh di Amerika, unduhan untuk aplikasi game Pokémon GO sudah menembus angka tujuh juta. Demikian pula di Indonesia, apalagi setelah beberapa hari lalu game ini baru saja dilegalkan.

Media sosial berlomba-lomba untuk mengunggah berita tentang Pokémon GO. Mulai dari berita-berita negatif seperti kemacetan di jalan akibat Pokémon GO, pengguna yang terperosok ke sungai saat memainkan, hingga berita kecelakaan yang mengakibatkan kematian karena terlalu asyik bermain. Hal ini membuat para pengampu kebijakan di lingkungan masing-masing mengeluarkan imbauan untuk tidak memainkan game Pokémon GO. Beberapa televisi nasional pun menghadirkan tokoh-tokoh dari lintas disiplin ilmu untuk membahas tentang dampak game ini.

Menurut Rutledge (2016) faktor yang menyebabkan permainan ini sukses adalah percampuran dunia nyata dengan virtual. Pokémon GO mencampur pengalaman bermain game dengan aktivitas fisik nyata serta mendorong untuk bersosialisasi dengan orang lain. Selain itu, dalam Pokémon GO juga terdapat unsur-unsur yang sangat dekat dengan perilaku manusia, yaitu kebutuhan untuk bersosialisasi dengan orang lain, hasrat untuk keluar dan menjelajah lingkungan, dan keinginan untuk menjadi kompeten serta menjadi ahli.

Dari fenomena ini, muncul berbagai macam anggapan terkait dampak positif dan negatif game Pokémon GO. Hal ini pula yang mendorong tim Clinic for Community Empowerment Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) membuat aksi cepat tanggap dengan melakukan mini riset dan kajian psikologi terkait game Pokémon GO. Aksi cepat tanggap ini dilakukan mulai dari akhir bulan Juli hingga awal Agustus 2016. Hasil dari aksi cepat tanggap ini adalah membandingkan antara dampak positif dan dampak negatif permainan Pokémon GO, yakni seperti dalam table berikut.

Tabel dampak positif dan negatif game Pokémon GO

 

Dampak positif

Dampak negatif

  1. Memperoleh kesenangan. Para pengguna Pokémon GO mengaku memperoleh kesenangan bermain game tersebut. Tidak jarang dari mereka mengungkapkan bahwa game ini dapat menjadi penghibur diri dan penghilang rasa sedih.
  2. Mendorong pemain game untuk keluar dan bergerak. Game ini menuntut para pengguna untuk keluar dari ruangan, berjalan kaki berburu Pokémon. Hal ini baik disadari ataupun tidak semakin meningkatkan pola aktivitas fisik sehingga membuat tubuh dan kondisi fisik lebih dinamis.
  3. Melatih untuk pencapaian target. Struktur dan peningkatan level yang jelas membuat game ini menjadi menarik. Para pengguna pun akan terpacu untuk memiliki target dan mencapainya.
  4. Meningkatkan imajinasi dan kreativitas. Salah satu manfaat dari bermain game adalah daya imajinatif dan kreativitas otak semakin terasah. Para pengguna akan dipacu otaknya untuk berpikir imajinatif dan kreatif saat melakukan permainan ini.
  1. Kecanduan game (addict). Game ini sangat memungkinkan para pengguna untuk menjadi kecanduan. Orang yang kecanduan akan terfokus untuk menunaikan hasratnya dan cenderung mengesampingkan hal-hal lain.
  2. Meski bergerak, game ini membuat orang hanya terfokus kepada layar ponsel. Hal ini membuat para pemain justru tidak waspada (awareness) dengan diri sendiri dan lingkungan sekitar karena hanya terpaku oleh layar ponsel. Sehingga efek-fek negatif pun muncul seperti kemacetan, kecelakaan, dsb.
  3. Kemalasan sosial (social loafing). Game ini memang menuntut pengguna untuk berinteraksi, tetapi interaksinya tidak nyata. Hal ini menjadikan orang akan malas berinteraksi secara nyata di lingkungan sosialnya dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan ponsel.
  4. Kontrol diri (self  control) menurun. Para pengguna yang sudah kecanduan akan “menghalalkan” segala cara untuk menunaikan hasratnya. Ia akan cenderung menjadi orang yang tidak peduli dengan aturan dan lingkungan selama hasratnya dapat terpuaskan. Hal ini juga membuat orang menjadi tidak produktif dan tidak dapat mengendalikan dirinya.
  5. Menjadi terbebani. Teknis memainkan game ini adalah untuk mencari dan menangkap sesuatu sehingga para pengguna akan terus siaga, adrenalinnya pun cenderung meningkat yang membuat keadaan fisik tidak rileks. Hal ini pun membuat denyut jantung berdetak lebih kencang dari biasanya.
  6. Membuat pecandu game tidak bisa membedakan dunia nyata dan fantasi. Permainan ini menggabungkan elemen nyata dan elemen virtual. Sehingga ketika terus menerus dimainkan, orang yang sudah kecanduan akan susah untuk membedakan mana yang fantasi mana yang nyata. Hal ini tentu berdampak buruk bagi kondisi fisik maupun psikologis pengguna.

           

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa game Pokémon GO dinilai lebih banyak menimbulkan efek negatif dibanding efek positif. Oleh sebab itu, diharapkan pemerintah maupun masyarakat luas dapat lebih bijak dalam merespons fenomena ini, lebih khusus lagi bagi orang tua untuk dapat mendampingi putra-putrinya agar tidak terjerumus menjadi pecandu game.

Sumber:

  1. Data wawancara dan fgd aksi cepat tanggap Clinic for Community Empowermet (CCE) Psikologi UAD 2016
  2. Media sosial

 

Bagaimana Usah Kecil Menengah Yogyakarta Menentukan Harga Jual?

“Faktor-Faktor yang Menjadi Pertimbangan Pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM)  di Kota Yogyakarta dalam Pengambilan Keputusan Menentukan Harga Jual.”

Begitulah tema yang diangkat oleh Nugraheni Rintasari, S.E., M.Sc., dosen tetap Program Studi Akuntansi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), pada tahun 2013 dalam penelitiannya.

Menurutnya, untuk menentukan harga jual, paling besar dipengaruhi oleh harga pokok penjualan yang terdiri atas harga pokok produksi. Di dalamnya sudah tercakup biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya overhead, biaya pemasaran, dan biaya administrasi. Namun dalam praktiknya, banyak faktor yang juga dipertimbangkan oleh pelaku usaha dalam menentukan harga jual. Faktor lain tersebut yang menjadi fokus penelitian ini.

Penelitian dilakukan dengan metode survei kepada 356 responden. Data responden pada awalnya diperoleh dari situs www.umkm.jogjakota.go.id. Dalam situs tersebut, di kota Yogyakarta, jumlah pelaku UMKM menurut data mutakhir tahun 2010 adalah 4.596 dengan komposisi 2.740 industri mikro, 1.481 industri kecil, dan 372 industri menengah.

“Survei dilakukan kepada 356 responden dengan harapan mewakili seluruh populasi yang ada. Metode yang dilakukan adalah mendatangi responden dengan membawa blanko kuesioner kemudian responden diberi dua pilihan apakah mengisi sendiri atau diisikan kuesionernya berdasarkan jawaban responden,” terang Nugraheni.

Data pada situs tersebut, banyak yang berbeda di lapangan. Artinya, banyak pelaku UKM yang namanya tercatat tetapi setelah dicari tidak ada sehingga peneliti memutuskan untuk mendatangi responden yang ada di 14 kecamatan kota Yogyakarta. Responden terbanyak berasal dari kecamatan Gedongtengen, yaitu sebanyak 12,07%.  Keseluruhan pelaku UKM di kota Yogyakarta dibagi menjadi lima bidang, yaitu kerajinan dan umum, kimia dan bangunan, logam dan elektonika, pengelolaan pangan, serta sandang dan kulit. Responden paling banyak berasal dari bidang pengelolaan pangan.

“Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku UKM di kota Yogyakarta mempertimbangkan informasi biaya, waktu pembelian, kedekatan emosional, resiko produk, dan naluri bisnis untuk menetapkan harga jual,” lanjut Nugraheni.

Ia menegaskan, ada lebih dari 50% responden telah mengetahui maksud biaya produksi, biaya bahan baku pembuatan produk, biaya overhead, dan besarnya keuntungan. Bahkan, 71% telah melakukan pencatatan keuangan sederhana.

Dari hasil penelitian tersebut, Nugraheni juga menjelaskan bahwa 16% pelaku UKM menurunkan harga untuk pembeli pertama dan hanya 10% pelaku UKM yang mau menurunkan harga ketika stok tinggal sedikit. Untuk kedekatan emosional, 30% pelaku UKM menurunkan harga jika pembeli masih saudara, 20% jika pembeli adalah tetangga, dan 17% menaikkan harga jika pembeli adalah orang asing.

Katanya, hasil lain menunjukkan bahwa 36% pelaku UKM menurunkan harga jika produk terancam rusak atau kedaluwarsa, membedakan harga jika masih baru dengan yang sudah lewat beberapa waktu, dan untuk produk yang memiliki garansi menjadi lebih mahal. Selain itu, 34% pelaku UKM menggunakan naluri bisnis dalam bertransaksi. Naluri bisnis yang dimaksud adalah menggunakan kata hati jika melayani pembeli bahkan tanpa perhitungan. Misalnya, jika pembeli ramah, tidak banyak menawar, harga bisa diturunkan. (Dok)

 

How Small And Middle Industries of Yogyakarta Determine The Selling Price?

‘Factors to consider the selling price of goods for businessmen of small and middle industries (UKM) in Yogyakarta.’

It is the topic written by Nugaheni Rintaari, S.E., M.Sc. official lecturer at Accountancy Department University of Ahmad Dahlan (UAD) in her research.

According to her, to determine the selling price of goods the main factor is the production cost, which includes raw material cost, man power cost, overhead cost, and marketing cost. But practically there are some other factors determining the selling price. Those factors become the focus of the research.

The research employed a survey method toward 356 respondents. The preliminary data were obtained from www.umkm.jogjakota.go.id. According to the information in the site the number of businessmen of small and middle industries in Yogyakarta in 2010 is 4.596 consisting of 2.740 micro industries, 1.481 small industries, and 372 middle industries.

‘The survey was addressed to 356 respondents, which could represent the whole population. They were given questionnaires to fill in,’ said Ngraheni. Some data in the site were not valid. There were some UKM practitioners mentioned in site were not found so that the researcher had to visit the respondents in the 14 districts of Yogyakarta. The biggest number of respondents came from Gedongtengen district, which reached 12.07%. The whole respondents consisted of five sectors namely handicraft and general industry, chemical and construction industry, metal and electronic industry, food industry, and clothing and leather industries. The biggest number of respondents came from food industry.

‘The result of the research showed that UKM practitioners in Yogyakarta considered factors of cost, purchasing time, consumers’ need, product risk, and business mood to determine the selling price of goods,’ Nugraheni added.

She emphasized that more than 50% respondents understood the production cost, raw material cost, overhead cost, and the profit. Moreover, 71% respondents had carried out book keeping.

The research revealed that 16% respondents lowered the price for their first buyers and only 10% of them lowered it when the stock was limited. 30% respondents lowered the price for their relatives, 20% for their neighbours, and raised the price for strangers.

The research also showed that 36% of business practitioners lowered the price in case the product would soon expire, make difference of old and new price, and raised the price for guaranteed product. Furthermore, 34% of the business UKM practitioners employed sense of business i.e. serving customers with the consideration the their good attitude (Dok)

 

Alternative Solution of Waste in Yogyakarta City, the Advantages and Benefits

Surahma Asti Mulasari, S.Si., M.Kes. the lecturer of Ahmad Dahlan University (UAD) who took apart in the research of Waste Emergency in Yogyakarta City said that the problems found in the research were technical, budget, and social community. Solution toward those problems required a lots of times, energy, and resources. It was ineffective relying on the government only.

“it needs effort of effective preventions and countermeasures in line with improvement efforts of government to reach the goal of ideal waste management in Yogyakarta,” She said.

Based on the analysis from the results of the observation, case study, and social engineering, it could be concluded that social empowerment was the best solution toward the waste problem in addition to gradual effort from the government.

She also explained “the empowerment being pursued by the government and other stakeholders was the program of 3R (reduce, reuse, recycle). This program has been launched by the environmental agency (BLH) of Yogyakarta since 2012. One of the programs is “waste bank” covering some activities of composting and recycling of inorganic waste,”.

She said that based on the research, this program was not effective to solve the problem. Waste bank in Yogyakarta could only reduce 28.756,44 kg (28,76 ton) of waste. Average amount of waste that could be reduce by every waste bank was 97.81 kg/month or 0,227 kg per day.

Based on the average amount of waste above, the program of BLH could not significantly reduce the amount of waste. To overcome the average amount 176.730 kg of waste produced in Yogyakarta, it needed at least 778.546 waste suppliers per day. To overcome 83.504,925 kg (47.25%) of inorganic waste, it needed 367.864 waste suppliers (83.504,925 kg: 0.227 kg/people/day = 367.863,106 ≈ 367.864 waste suppliers).

“There are 493.903 population of Yogyakarta city (BLH, 2014). Based on that data, has every citizen had deposited their waste, the problem of inorganic waste from the settlement will be solved. The amount of waste that transported to the Piyungan dumps will reduce about 47% and increase the family income.”

 

The Advantages and Benefits

Waste bank management would give economic benefits for the society. Based on the calculation of the active waste suppliers, each of them can get Rp15.701,00 per month. If the earning of each supplier was multiplied by the total population of 493.903 inhabitants, the economic benefits from waste bank in Yogyakarta will approximately reach Rp7.754.771.003,00.

This would give many advantages involving health aspect. For family, good management of waste can reduce the risk of disease caused by waste. Additional cost of a family due to waste pollution can reach Rp3.000.014,00 per month.

Waste bank not only give benefits for the waste supplier, but also strengthen the economy of waste industry. The smallest unit of waste industry is waste trading unit, known as collectors or “pelapak”.

The data of BLH in 2013 stated that there were 39 trading units (UD) in Yogyakarta. Monthly revenue from each UD was Rp 6.144.872,00. This number was net income, gross income minus unit operating costs that can be seen from financial book keeping. This shows us that waste trading unit is promising comparing with the city minimum wage (UMK) of Rp 1.065.247,00. in Yogyakarta.

Beside inorganic waste, the management of organic waste also needs attention. This waste dominated the waste composition in Yogyakarta as much as 52.75% (93.225,075 kg). Composting of organic waste can be carried out individually and communally. The advantage of composting can be predicted by the following calculations.

The weight of waste after composting process was 30 to 60 % of the initial weight of waste. From 93.225,075 kg of waste, we will get approximately 27.697,5225 kg of compost. Price of compost in the farm shop ranges between Rp 5000,00 to Rp15.000,00 per 5 kg. Daily revenue earned from the sale of compost with minimum compost price can be calculated as follow; Rp5.000,00 × (27.697,5225/5) = Rp 27.697.522,5. While monthly revenue can reach Rp27.000.000,00. (dok)

Solusi Darurat Sampah Kota Yogyakarta: Keuntungan dan Mafaatnya

Dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Surahma Asti Mulasari, S.Si., M.Kes. yang turut andil dalam penelitian Darurat Sampah Kota Yogyakarta mengatakan, permasalahan teknis, anggaran, dan sosial masyarakat tidak dapat dihindari. Solusi untuk mengatasinya dibutuhkan waktu, energi, dan sumber daya yang tidak sedikit. Apalagi hanya mengandalkan pemerintah, tentunya akan memakan waktu.

“Diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan yang efektif dan efisien yang diberlakukan beriringan, dengan perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah sampai terealisainya pengelolaan sampah yang ideal di Yogyakarta,” tuturnya.

Setelah analisis yang merujuk pada observasi, studi kasus, dan rekayasa sosial, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat menjadi solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan sampah selain upaya bertahap dari pemerintah.

“Permberdayaan yang telah dilakukan sampai saat ini baik oleh pemerintah ataupun stakeholder yang lain di antaranya adalah dengan program-program 3R (reduce, reuse, recycle). Program yang diluncurkan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) kota Yogyakarta sejak sekitar tahun 2012 adalah bank sampah dengan rangkaian kegiatannya meliputi pengomposan dan daur ulang sampah anorganik,” terang dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat itu.

Menurutnya, program ini berdasar pada hasil penelitian yang dirasa kurang efektif. Bank sampah di kota Yogyakarta saat ini rata-rata dalam satu bulan dapat mengurangi sampah sebanyak 28.756,44 kg (28,76 ton). Setiap satu bank sampah rata-rata dapat mengurangi sampah sebanyak 97.81 kg/bulan atau sekitar 3,26 kg/hari sampah. Sementara itu, setiap orang saat ini rata-rata menabung 0,227 kg sampah per hari.

Melihat angka tersebut, lanjutnya lagi, maka program BLH tersebut tidaklah mencukupi untuk mengurangi volume sampah secara signifikan. Diprediksikan kebutuhan jumlah nasabah bank sampah untuk mengatasi rata-rata 176.730 kg sampah yang dihasilkan oleh kota Yogyakarta membutuhkan sekitar 778.546 orang/hari yang mengelola sampah. Untuk mengatasi sampah anorganik sebanyak 47.25% (83.504,925 kg), dibutuhkan sebanyak 367.864 nasabah (83.504,925 kg : 0.227 kg/orang/hari = 367.863,106 ≈ 367.864 nasabah).

“Penduduk di kota Yogyakarta tercatat 493.903 jiwa (BLH, 2014). Berdasarkan data tersebut, apabila setiap orang di kota Yogyakarta menabung sampahnya maka permasalahan sampah anorganik yang bersumber dari daerah pemukiman akan teratasi. Jumlah sampah yang diangkut ke TPA Piyungan akan berkurang sekitar 47% dan akan meningkatkan pendapatan keluarga.”

 

Keuntungan dan Mafaatnya

Pengelolaan bank sampah akan mendatangkan keuntungan ekonomis yang diperoleh masyarakat. Apabila dihitung berdasar rata-rata nasabah aktif, maka keuntungan ekonomis tiap nasabah sebesar Rp15.701,00 per bulan. Keuntungan secara ekonomis di kota Yogyakarta apabila dikalikan dengan jumlah penduduknya sebanyak 493.903 jiwa, maka tiap bulannya kurang lebih akan memperoleh Rp7.754.771.003,00.

Keuntungan tersebut tidaklah sedikit apalagi ditambah dengan berkurangnya risiko yang ditanggung keluarga apabila terkena penyakit akibat sampah. Pengeluaran tambahan akibat pencemaran sampah yang dapat ditanggung oleh sebuah keluarga dapat diperkirakan sebesar Rp3.000.014,00 per bulan.

Selama ini, bank sampah selain memberi keuntungan untuk nasabah, juga memperkuat perekonomian industri sampah. Industri sampah yang paling kecil adalah unit dagang sampah atau dikenal dengan pengepul atau pelapak.

Data BLH tahun 2013 menyebutkan bahwa di kota Yogyakarta terdapat 39 Unit Dagang (UD) sampah. Pendapatan per bulan dari UD tersebut sebesar Rp60.000.000,00, dan rata-rata per bulan UD sampah tersebut menghasilkan Rp6.144.872,00. Angka tersebut merupakan laba bersih, pemasukan dikurangi biaya operasional usaha dilihat dari pembukuan keuangan. Hal tersebut tentu menunjukkan bidang usaha ini sangat menjanjikan apabila dibandingkan dengan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) Yogyakarta, yaitu sebesar Rp 1.065.247,00.

Sebenarnya, selain sampah anorganik, yang perlu diperhatikan adalah pengelolaan sampah organik. Timbulan sampah organik mendominasi komposisi sampah yang dihasilkan di kota Yogyakarta sebesar 52.75% (93.225,075 kg). Pengomposan dapat dilakukan secara individu ataupun komunal. Keuntungan dari pengomposan dapat diprediksi dengan perhitungan berikut.

Sampah setelah menjadi kompos akan menyusut menjadi sekitar 30-60% dari berat sampah. Perhitungan minimal akan dihasilkan kompos sebanyak 27.697,5225 kg (perhitungan didapat dari 30% × 93.225,075 kg = 27.697,5225 kg). Harga pupuk kompos di toko pertanian berkisar antara Rp5000,00 hingga Rp15.000,00 per 5 kg. Pendapatan yang diperoleh dari penjualan kompos minimal dengan asumsi harga pupuk kompos terendah adalah Rp5.000,00 × (27.697,5225/5) = Rp 27.697.522,5. Apabila kompos dibuat selama sebulan, maka sekitar Rp27.000.000,00 akan dihasilkan kompos dari pemukiman. (dok)

UAD Lecturer gave Entrepreneurship and Waste Processing Training

Sunday, (31/7/2016), grant team of IPTEK for Society (IbM) Ahmad Dahlan University (UAD) carried out community service activities at Gondang Legi and Kepuh villages. The head of this IbM program, Fatwa Tentama, S.Psi., M.Si. and his member ,Surahma Asti Mulasari, S.Si.,  M.Kes., gave several trainings such as entrepreneurship motivation, training on “Economic Benefit of Bioarang briquettes”, training of organic waste processing, training of non-organic waste processing into bioarang briquettes, organic liquid fertilizer and growing media, and training of bioarang briquettes, organic liquid fertilizer and growing media utilizations.

Before those trainings, there was handover of trash processing tools and machines such as trash thrasher, printing equipment of bioarang briquettes, briquette stove, composing composter drum, shovel, wooden stirrer, buckets, masks and others.

The opening ceremony of the program was attended not only by the proposing team, but also head of community service agencies (LPM) Ahmad Dahlan University (UAD), Isana Arum Primasari, S.T., M.T.. This ceremony was also attended by sub-district head of Ngemplak Sleman, head of Wedomartani village, Branch Board of Muhammadiyah, Regional Boards of Muhammadiyah, Hamlet Heads, local community leaders, as well as village residents of Gondang Legi and Kepuh.

Fatwa Tentama, the head of team said that these entrepreneurship trainings were aimed to give knowledge of entrepreneurship for the society to be realizing independent entrepreneurs.

Surahma Asti Mulasari said “the purpose of the program is to solve environmental pollution problems with community empowerment approach by waste processing in order to reduce waste and process it into commercial product for household and industrial needs.”

This program was followed by 30 cadres of the society who were very enthusiastic from the beginning to the end of the program. Next, there will be monitoring program to assist the participant in implementing the trainings.

In the future, the result of the program would be published in the International journal, proceeding of national seminar, guide book of “Technology of Processing Household Waste into Alternative Fuel, Bioarang Briquettes, Organic Fertilizer and Growing Media”, and Copyright works with intellectual property rights (HKI).

 

Dosen UAD Beri Pelatihan Kewirausahaan dan Pengolahan Sampah

Minggu, (31/7/2016), tim hibah IPTEK bagi Masyarakat (IbM) Unversitas Ahmad Dahlan (UAD) melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat di dusun Gondang Legi dan Kepuh. Program IbM yang diketuai oleh Fatwa Tentama, S.Psi., M.Si. dengan anggota Surahma Asti Mulasari, S.Si.,  M.Kes., tersebut memberikan beberapa pelatihan. Di antaranya pelatihan motivasi berwirausaha; pelatihan “Manfaat Ekonomis Briket Bioranag”; pelatihan  pengolahan sampah organik; pelatihan pengolahan sampah non-organik menjadi briket bioarang, pupuk cair organik, dan media tanam; serta pelatihan pemanfaatan briket bioarang, pupuk cair organik, dan media tanam.

Sebelum pelatihan dimulai, terlebih dahulu dilakukan serah terima alat-alat dan mesin-mesin sebagai sarana atau media untuk melaksanakan program ini. Seperti mesin pencacah sampah, alat cetak briket bioarang, kompor briket, komposter drum pengarangan, sekop, kayu pengaduk, ember, masker dan lain-lain.

Dalam acara pembukaan, selain dari tim pengusul, hadir pula Kepala LPM UAD yang diwakili oleh Isana Arum Primasari, S.T., M.T., serta turut mengundang Bapak Camat Ngemplak, Sleman, Kepala Desa Wedomartani, Pimpinan Cabang Muhammadiyah, Pimpinan Daerah Muhammadiyah, kepala dusun, tokoh masyarakat setempat, serta warga dusun Gondang Legi dan Kepuh.

Ketua tim IbM, Fatwa Tentama, mengungkapkan bahwa dilaksanakannya program-program pelatihan kewirausahaan ini diharapkan masyarakat memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam berwirausaha sehingga dapat mewujudkan wirausaha mandiri.

Surahma Asti Mulasari menambahkan, “Tujuan dari program-program ini adalah mampu mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan dengan pendekatan pemberdayakan kelompok untuk mengolah sampah sehingga dapat mengurangi limbah sampah dan dapat dimanfaatkan menjadi produk-produk yang memiliki nilai jual atau yang dapat dimanfaatkan dalam skala rumah tangga atau industri.”

Program ini diikuti kurang lebih 30 peserta yang merupakan kader dari masyarakat yang sangat antusias dan bersemangat dari awal hingga berakhirnya kegiatan. Selanjutnya, akan dilakukan monitoring dalam rangka mendampingi warga atau peserta untuk mengaplikasikan pelatihan-pelatihan yang telah diberikan tersebut.

Ke depannya, hasil lain dari kegiatan ini adalah publikasi dalam jurnal internasional, proseding seminar nasional, buku panduan “Teknologi Pengolahan Sampah Rumah Tangga Menjadi Bahan Bakar Alternatif Briket Bioarang, Pupuk Cair Organik, dan Media Tanam”, serta HKI jenis karya cipta. (dok)

 

 

Kajian “Ahad Pagi” Kembali Diselenggarakan

 

Minggu (24/7/2016), Kajian “Ahad Pagi” yang rutin diadakan oleh Lembaga Pengembangan Studi Islam Universitas Ahmad Dahlan (LPSI- UAD) kembali diselenggarakan.

Setelah vakum selama beberapa minggu terkait libur Hari Raya Idul Fitri 1437 H, akhirnya kajian tersebut diadakan dengan tujuan untuk kembali memfasilitasi masyarakat umum dalam meningkatkan pengetahuan keagamaan.

Acara tersebut diadakan di Aula Islamic Center UAD, Jalan Ringroad Selatan, Tamanan, Banguntapan, Bantul sejak pukul 05.45-07.00 WIB dengan Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Lc. sebagai pembicara.

Dalam kajian perdana ini, tidak hanya pemaparan materi oleh pembicara, tetapi sekaligus diadakan acara syawwalan serta sarapan bersama.

Pimpinan LPSI UAD sangat berharap, kegiatan kajian rutin ini dapat terus berlanjut dengan antusias masyarakat yang semakin bertambah dalam menuntut ilmu agama, demi terciptanya peradaban Islam di dunia. (AKN)

“Ahad Pagi” Recitation is Back

Sunday (24/7/2016), “Sunday Morning (Ahad Pagi)” Islamic Recitation, a regular activity carried out by Development Agency of Islamic Studies, Ahmad Dahlan University (LPSI UAD) was held back.

After dwelling for couple of weeks for “Lebaran” holiday 1437 H, the “Ahad pagi” islamic recitation was held to facilitate people in improving their Islamic knowledge.

This recitation had been carried out in Islamic Center UAD, South Ring-road, Tamanan, Banguntapan, Bantul from 05.45 to 07.00 at local time.  This recitation was delivered by Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Lc.

In this inaugural recitation, there was not only material presentation, but there were also “Syawalan”, and breakfast for all participants. 

The head of LPSI hoped that this recitation would always persist as many people are enthusiastic joining this activity to improve their Islamic knowledge for the establishment of Islamic civilization in the world. (AKN)  

“Ahad Pagi” Recitation is Back

Sunday (24/7/2016), “Sunday Morning (Ahad Pagi)” Islamic Recitation, a regular activity carried out by Development Agency of Islamic Studies, Ahmad Dahlan University (LPSI UAD) was held back.

After dwelling for couple of weeks for “Lebaran” holiday 1437 H, the “Ahad pagi” islamic recitation was held to facilitate people in improving their Islamic knowledge.

This recitation had been carried out in Islamic Center UAD, South Ring-road, Tamanan, Banguntapan, Bantul from 05.45 to 07.00 at local time.  This recitation was delivered by Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Lc.

In this inaugural recitation, there was not only material presentation, but there were also “Syawalan”, and breakfast for all participants. 

The head of LPSI hoped that this recitation would always persist as many people are enthusiastic joining this activity to improve their Islamic knowledge for the establishment of Islamic civilization in the world. (AKN)  

 

Inauguration of 7 Commissariats Boards of IMM UAD

At Green Hall, Campus III Ahmad Dahlan University (UAD) on Jl. Dr. Soepomo, Umbulharjo, Yogyakarta, there were many female members (Immawati) and male members (Immawan) of Muhammadiyah College Student Association (IMM), both outgoing or candidates of the commissariats boards (PK).

The inauguration of PK IMM period 2016-2017 was conducted on Sunday (24/7/2016). There were 7 commissariats boards inaugurated by Nuzulul Purwandana, the chairman of IMM Branch Board of Djasman al-Kindi Yogyakarta period 2016-2017.

The commissariats boards (PK) of IMM were PK IMM of Economy, PK IMM of BPP (Counseling Guidance (BK), Elementary School Teacher Education (PGSD), Early Age Teacher Education (PGPAUD)), PK IMM of MIPA, PK IMM of JP MIPA, PK IMM of Public Health, PK IMM of Pharmacy, PK IMM of PB2 (Civic Education (PKn), English Education, and Indonesian Language and Literature Education), and PK IMM of FTI (Industrial Technology Faculty).

This inauguration had carried out from 08.00-15.00 at local time. It was also attended by each campus supervisors of IMM, lecturers, and Dr. Abdul Fadlil, M.T, the vice rector III of UAD. They gave their appreciation to the 7 new commissariats boards of IMM inauguration that was first performed simultaneously in UAD.

After the inauguration, there were Syawalan and panel discussion at 12.30 at local time. (AKN)