Keliling Dunia melalui Kuliner

“Acara ini sangat luar biasa. Bisa dibilang semacam paket komplet. Dengan datang ke International Day, kita bisa berkeliling dunia lewat kuliner yang disediakan masing-masing negara. Saya sangat menyayangkan kalau mahasiswa melewatkan acara seperti ini, akan sangat rugi,” ujar Hermanto, S.Pd., M.Pd., ketika ditemui di Festival Internasional yang diselenggarakan oleh Office of International Affair (OIA) Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Bertempat di green hall kampus 1 UAD Jalan Kapas, International Day tersebut diselenggarakan pada Sabtu (25/11/2017) mulai pukul 08.00 WIB.

Hermanto, dosen pendamping mahasiswa Thailand dalam matakuliah Kebudayaan Indonesia, mengaku sangat mengapresiasi kegiatan tersebut.

“Saya datang karena ingin melihat dan mencicipi karya-karya kuliner dari mahasiswa asing. Ini kesempatan yang sangat langka bagi mahasiswa Indonesia untuk bisa merasakan cita rasa kuliner mancanegara tanpa keliling dunia. Acara semacam ini sangat perlu dilakukan sebagai upaya pertukaran budaya, saya berharap nantinya International Day ini lebih sering diselenggerakan. Kalau perlu setiap semester,” ujarnya.

Diikuti perwakilan mahasiswa asing dari 13 negara, International Day tersebut menyuguhnya wisata kuliner dari berbagai negara sebagai upaya memperkenalkan budaya masing-masing negara. Untuk mencicipi makanan, pengunjung hanya perlu membeli kupon makanan seharga Rp10.000,00 per 4 kupon. Masing-masing kupon tersebut digunakan untuk bertransaksi di masing-masing stand yang tersedia.

Tidak hanya menyuguhkan kuliner khas negara masing-masing, para mahasiswa asing juga menampilkan kesenian di panggung aksi. Salah satunya mahasiswa asal Timor Leste yang menampilkan tarian Tebe-tebe. Tarian ini mempunyai makna tentang kesatuan, yang dilakukan bersama sambil bergandengan tangan dan menari secara melingkar.

Risen Abdullah, Muhammad Yusuf, dan Nerli, pengunjung International Day dari Program Studi Sastra Indonesia mengaku sangat antusias mengikuti acara tersebut.

“Kami sebenarnya datang karena tugas. Tetapi selain itu, kami juga tertarik dengan acara ini dan benar-benar sangat senang. Dengan harga yang sangat murah, kami bisa berkeliling dunia,” jelas Nerlin.

Ketika ditanya tentang makanan favorit ia menjawab, “Menurut saya yang paling enak tetap Indonesia, tapi yang lain juga enak. Favorit saya butter cake dari Malaysia dan roti selai kurma dari Mesir.” (dev)

Penderita Disleksia Perlu Dipahami

Menurut Hadi Suyono, S.Psi., M.Si., disleksia perlu dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman.

“Seringnya, penderita disleksia dikucilkan dan ejek oleh teman sebayanya,” terangnya saat memberikan kuliah umum di Universitas Sumbawa Sabtu, (25/11/2017).

Di hadapan mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Hadi berpesan agar guru bisa mengenali tanda-tanda penderita disleksia. Menurutnya, penderita ini susah melafalkan dan menulis dengan teratur. Mereka juga susah mengingat kata yang mirip, seperti kata “pupu” dan “buku”.

“Guru perlu memahami itu, selanjutnya memahami cara mengajarnya,” pintanya

Dosen Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) tersebut mengimbau kepada peserta (calon guru) agar menangani penderita disleksia dengan sabar dan dari hati-ke hati. Disleksia bisa diatasi jika pendamping atau guru serta orang tua memperlakukan mereka sama dengan anak-anak lain, tidak dianggap beda.

“Banyak tokoh besar yang dulu menderita disleksia, seperti Tom Cruise, Albert Einstein, dan lain sebagainya, tapi mereka bisa normal. Karena itu, kita tidak boleh meremehkan seseorang. Sebab, mereka punya keahlian yang tak terduga dan mungkin melebihi kemampuan yang kita miliki,” tukasnya.

 

Forum Komunitas UAD Adakan Talkshow

Forum Komunitas (Forkom) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengadakan talkshow interaktif. Kegiatan ini diselenggarakan dari 23 November hingga 1 Desember 2017 di kampus 1, 2, 3, 4, dan 5 UAD dengan tema “Community Wisdom”.

Komunitas yang tergabung dalam Fokom adalah Pelita, Ramada, Gending Bahana, dan TV UAD. Komunitas-komunitas tersebut dibawahi langsung oleh rektorat dan kegiatannya lebih sering di luar kampus. Tujuan diadakannya talkshow interaktif ini ialah untuk mengenalkan forum komunitas kepada seluruh mahasiswa UAD.

Kegiatan menarik tersebut diketuai oleh Rena Rahmatika dari Komunitas Ramada. Rena mengatakan, “Saya bersyukur dengan adanya roadshow ini karena lebih dekat dengan mahasiswa, sehingga mahasiswa yang tertarik dengan salah satu dari keempat komunitas bisa lebih intensif untuk bertanya dengan konsep talkshow interaktif.”

Potret Realis dengan Ending Tak Terduga Kumpulan Cerpen Bedak dalam Pasir

“Saya digiring ke barat tapi sebenarnya tujuan penulis ke timur,” terang Juanda saat membedah kumpulan cerpen Bedak dalam Pasir di Universitas Sumbawa (UNSA) Sabtu (25/11/2017).

Dalam kumpulan cerpen tersebut, kata Juanda yang merupakan Kaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) UNSA, Sule banyak berbicara keresahan masyarakat sekitar. Seperti cerpen “Ramuan Mimpi”, “Wajah Lain Supriana”, “Ayat-Ayat Rotan”, dan beberapa cerpen lainnya.

“Dia menghidupkan cerita melalui karakter tokoh dan kecemasan yang terus bergerak. Akrobatik alur cerita dengan teknik logika terbalik membuat pembaca disuguhkan hal tak terduga di ending.”

Sule sebagai penulis ingin membiarkan pembaca menentukan arah akhir cerita dengan teknik ending mengantung. Dia mempermainkan pembaca lewat ending dan karakter emosi tokoh di setiap cerpennya.

Imaji yang dibangun di dalam kumpulan cerpen Bedak dalam Pasir disajikan dengan bahasa yang familiar. Jadi pembaca sangat leluasa membacanya.

Buku yang berisi sebelas cerpen ini merupakan karya perdana Sule Subaweh. “Rata-rata cerpen dalam kumpulan sudah dimuat di media cetak. Kumpulan cerpen sudah dipersiapkan sejak 2014,” kata Sule.

Kumpulan Cerpen Bedak dalam Pasir Launching di Universitas Sumbawa

Kumpulan cerpen Sule Subaweh Bedak dalam Pasir perdana di-launching di Universitas Sumbawa (UNSA). Menurut Sule, launching di Sumbawa adalah upaya memperkenalkan karya sastra ke daerah yang susah akses.

“Sumbawa bagi saya adalah tempat yang cocok untuk memperkenalkan karya saya sekaligus memberikan suntikan untuk menulis melalui cerita proses kreatif saya. Saat bedah buku, antusias mereka sangat bagus dan banyak kreativitas yang menumpuk di kepala mereka,” kata Sule saat ditemui di UNSA Sabtu, (25/11/2017).

“Selain berbagi pengalaman dunia menulis, saya juga berbagi pengalaman organisasi di bidang teater, musikalisasi puisi, dan jurnalistik. Kebetulan pesertanya adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI). Jadi komunikasinya lebih mudah, apa lagi saya juga alumni PBSI di Univeristas Ahmad Dahlan (UAD),” lanjutnya.

Hamsah Gunawan selaku ketua panitia acara dalam sambutannya mengatakan, bedah buku ini sangat jarang dilakukan. Adanya kumpulan cerpen Sule Subaweh akan mengangkat semangat mahasiswa UNSA.

Hamsah yang juga Ketua BEM FKIP menambahkan, Bedak dalam Pasir isinya mantap, banyak menggunakan bahasa kiasan sehingga mampu menarik minat baca, dan seolah-olah pembaca yang menjalani setiap peran-peran yang terdapat dalam cerpennya.

“Menumbuhkan dan meningkatkan literasi di Sumbawa ini, khususnya di UNSA, itulah tujuan acara ini. Minat baca dan melek literasi di Indonesia masih kurang. Dengan adanya bedah buku, maka akan menggugah mahasiswa untuk menulis,” kata Juanda selaku Kaprodi PBSI UNSA.

Juanda yang menjadi pemantik kumpulan cerpen Bedak dalam Pasir menambahkan, melalui tokoh yang berkarakter kuat, alur cerita menjadi hidup.

“Dia (Sule Subaweh) menghidupkan cerita melalui karakter tokoh dan kecemasan yang terus bergerak. Akrobatik alur cerita dengan teknik logika terbalik membuat pembaca disuguhkan hal tak terduga di akhir cerita,” terangnya.

Doktor UAD Berikan Motivasi di SMA 3 Sumbawa

Dr. Hadi Suyono., S.Psi., M.Si. memberikan motivasi kepada 300 lebih siswa kelas 3 SMA 3 Sumbawa, Jumat (24/11/2017).

Kehadiran dosen Psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) ini disambut baik oleh pihak sekolah.

“Kami sangat senang. Ada seorang doktor menyempatkan diri ke Sumbawa untuk memberikan motivasi kepada generasi bangsa ini,” kata Syamsu Ardiansyah, M.Pd., Kepala Sekolah SMA 3 Sumbawa.

Melalui program Ekspedisi Pendidik Indonesia (EPI), Hadi Suyono ingin membagi pengalaman dan memberikan arahan kepada calon pemimpin bangsa.

“Saya punya energi tambahan saat melihat semangat siswa di sini. Mereka saya umpamakan seperti kayu kering yang hanya butuh sedikit dipantik. Mereka cepat terbakar. Semangatnya meluap-luap,” terangnya setelah memberikan materi tentang Sang Pembelajar Sejati.

Menurut dosen yang suka terjun di lapangan untuk melihat psikologi persoalan masyarakat ini, siswa SMA 3 sangat antusias dan terbuka. Terbukti dari respons mereka saat ada sesi tanya jawab, tidak perlu menunggu lama mereka langsung mengacungkan jari.

Pembina OSIS, Syamsul, mengatakan bahwa siswa sangat senang saat pemateri menjelaskan tentang semangat berjuang untuk meraih sukses. Mereka kompak meneriakkan kata sukses saat dipandu oleh pemateri.

“Kami berharap siswa kami bisa mengikuti jejak Doktor Hadi. Dan meniru perjuangannya meraih mimpi,” tukasnya.

Selain di SMA 3 Sumbawa, Hadi Suyono juga memberikan kuliah umum di Universitas Sumbawa bersama Sule Subaweh yang juga membedah kumpulan cerpennya, Bedak dalam Pasir.

Mahasiswa UAD Ciptakan REDER VIRED

Tim Kepanitiaan Progam Kreatifitas Mahasiswa Perguruan Tinggi Muhamadiyah (PKM-PTM) se-Indonesia yang diselenggarakan di Universitas Mataram Lombok,  menyetujui proposal mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta yang tergabung dalam kelompok Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC). Mahasiswa tersebut Tofik Nurochman, Mohammad Iqbalul Faiq Hatta, Ibnu Atma Kusnadi (Teknik Elektro). Sebagai Dosen pembimbing pendamping penelitian adalah Son Ali Akbar S.T.,M.Eng.

 

Ketiga mahasiswa tersebut mencoba membuat sebuah alat yang bisa difungsikan untuk membantu tunanetra bermobilitas agar tidak tersesat. Alat tersebut diberi nama “Track Recorder To Determine Spot Coordinate  Points For The Visually Impaired” (REDER VIRED). Menurut ketua tim, Tofik, gagasan untuk membuat REDER VIRED dilatarbelakangi oleh banyaknya tunanetra yang tersesat ketika melakukan perjalanan.

 

“Tunanetra merupakan seseorang yang memiliki hambatan dalam pengelihatan atau tidak berfungsinya indra penglihatan. Para penyandang tunanetra biasanya akan susah dalam mengenali lingkungan serta kesulitan dalam melakukan berbagai aktifitas dalam keseharianya. Salah satu masalah yang sering dihadapi para penyandang tunanetra yaitu proses mobilitas. Mereka susah dalam mengenali jalan, mengenali fasilitas-fasilitas umum, dan banyak yang tersesat atau tidak bisa mengenali jalan pulang ketika sudah melakukan perjalanan,” jelas Tofik.

 

Jika dibiarkan, hal ini akan menyulitkan tunanetra dalam beraktifitas yang akan berakibat pada penurunan produktivitas diri. Minimnya pendampingan dan fasilitas-fasilitas khusus bagi para penyandang  tunanetra dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan diri mereka untuk mobilitas dan menjalani kehidupanya. Banyaknya perlakuan diskriminatif terhadap penyandang tunanetra membuat mereka tidak bisa bersosialisasi dengan baik  dan semakin terkucilkan dalam kehidupan sosial.

 

“Kesetaraan Sosial yang menjadi target tim dan kawan-kawan dalam menciptakan REDER VIRED. Dengan adanya alat ini diharapkan tidak ada kesengjangan sosial, diskriminasi para penyandang tunanetra dilingkungan sekitar.”

 

REDER VIRED merupakan suatu teknologi tepat guna  yang dapat membantu para penyandang tunanetra untuk melakukan perjalanan agar tidak tersesat. Teknologi yang dapat memberikan informasi lokasi berupa data GPS koordinat yang dikirim dalam bentuk SMS ke saudara atau kerabat melalui smartphone. Data GPS yang dikirim dapat langsung dicari pada aplikasi google map dan langsung dapat diketahui lokasinya.  Sehingga dengan adanya teknologi tersebut keluarga atau kerabat para penyandang tunanetra tidak merasa kwatir jika tunanetra tersebut melakukan perjalanan, karena dapat mengetahui keberadaanya melalui smartphone dan dapat langsung menjemput ketika tersesat melalui data GPS yang diterima dengan menggunakan penunjuk arah pada aplikasi google map. (doc)

Tim Debat UAD Terbaik Kedua Nasional

Tim Debating Community (DeCo) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) raih juara 2 dalam University English Debate Competition 2017 tingkat nasional yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Ponorogo pada 28-29 Oktober 2017 lalu. Tim Debat UAD yang terdiri atas Kristianto, Galih Tirto Aji dan Maulidin berhasil mengalahkan 23 tim yang berasal dari seluruh Indonesia dan meraih juara kedua.

Ditemui di aula kampus 2 UAD Jalan Pramuka, Kristanto mengaku persiapan yang dilakukan tidak ada yang istimewa karena anggota DeCO sudah terbiasa berlatih walaupun tidak ada perlombaan.

“Kami (anggota DeCO) sudah terbiasa berlatih setiap malam kecuali malam minggu, ada atau tidak ada lomba. Semua anggota wajib datang setiap malam untuk latihan, apalagi yang sudah terpilih ikut lomba. Kalau ada anggota yang tidak datang dan tidak komitmen, pasti langsung diganti. Di DeCo yang penting itu komitmen, pintar itu urusan belakangan,” jelas mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (Prodi PBI) tersebut.

Mosi debat yang bervariasi membuat Kristanto, Galih, dan Maulidin mempelajari berbagai macam topik seperti feminist movement, ekonomi, pengetahuan internasional, hingga teknologi.

“Halangan terbesar yang kami hadapi mungkin transportasi. Karena miskomunikasi, kami menginap di hotel yang cukup jauh dari lokasi lomba dan di Ponorogo belum ada transportasi online jadi hal ini lumayan mengganggu. Belum lagi  cuaca yang kurang mendukung. Semua anggota tim sampai panas dalam karena cuaca dan debu di perjalanan,” jelas Krisianto.

Maulidin, anggota tim termuda, membuktikan penjelasan Kris, “Suara saya sampai serak,” ujarnya dengan suara parau. Mahasiswa semester satu tersebut menjelaskan dengan suara parau tentang pengalaman yang ia dapatkan selama di Ponorogo. “Ini pengalaman luar biasa. Pertama kalinya saya masuk final. This is the greatest achievement I’ve got so far, jadi saya senang sekali. Saya belajar banyak hal dari tim universitas lain selama berlomba, apalagi skill tim-tim itu berbeda satu sama lain. Saya jadi lebih terpacu untuk belajar lagi,” jelas Maulidin dengan penuh semangat. Pemuda asal Bogor tersebut juga menjelaskan bahwa ia akan terus berusaha untuk memenuhi janji pada sahabatnya semasa SMA dulu. Ia berjanji bahwa ia dan sahabat-sahabatnya akan bertemu dan bertanding di National University Debating Championship (NUDC).

“Banyak lawan kami di Ponorogo kemarin yang sudah pernah ikut NUDC, jadi pengalaman lomba kemarin itu sangat luar biasa. Karena kami biasanya hanya sparing dengan senior, kemarin kami bisa bertanding dengan lawan yang sangat bertalenta dan cerdas. Pengalaman tersebut berkesan sekali untuk kami,” jelas Galih, mahasiswa semester 3 Prodi PBI.

Menurut Galih, banyak hal positif yang ia dapatkan dalam dari dunia debat. “Kita bisa lebih kritis. Memikirkan segala sesuatu dari dua sisi. Selain itu, speaking skill bahasa Inggris kita bisa lebih terasah, karena setiap latihan pasti harus pakai bahasa Inggris dan harus mencapai tujuh menit dua puluh detik. Dan yang paling penting pengetahuan kita bisa lebih luas karena setiap malam banyak membahas isu-isu terkini, baik internasional maupun lokal,” pungkasnya. (dev)

Menggali Sejarah, Mewujudkan Indonesia Madani

Prof. Dr. M. Abdul Karim, M.A., M.A. menjadi pembicara dalam seminar nasional rapat kerja nasional Forum Eksekutif Mahasiswa Fakultas Agama Islam Seluruh Indonesia (FEM FAISI) pada Senin (20/11/2017), bertempat di aula Islamic Center UAD.

Seminar nasional kali ini mengambil tema “Sejarah Perjuangan Muslim Indonesia yang Ter-Dilupakan”. Tema ini berhubungan dengan tema Rakernas, yakni “Meneguhkan Gerakan Dakwah Mahasiswa FAI melalui Sinergitas FEM FAISI menuju Indonesia Madani”.

Telah diketahui, merdekanya Indonesia tidak terlepas dari perjuangan umat muslim melawan penjajah. Banyak pertempuran yang melibatkan kaum muslim, seperti Perang Diponegoro, pertempuran Sultan Ageng Tirtayasa di Banten, Perang Padri, dan lain sebagainya.

Dalam seminar nasional yang dimoderatori oleh Arif Rahman, M.Pd. (dosen PAI UAD) ini, Abdul Karim menerangkan tentang perjuangan umat Islam dalam memadamkan kolonialisme.

“Muslim Indonesia terdahulu merupakan kaum yang taat menjalankan agama. Tidak hanya berjuang untuk membebaskan tanah airnya semata, tetapi juga mempertahankan akidah dan keyakinan imannya. Mereka telah menanamkan dan menggelorakan percik-percik pembebasan kaum muslimim yang pada akhirnya mempersatukan persepsi masyarakat se-Nusantara untuk bersikap resisten terhadap penjajahan di mana pun mereka berada,” ucap Guru Besar UIN Sunan Kalijaga dan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, tersebut.

Peserta yang berjumlah lebih dari 100 orang dan berasal dari 17 universitas seluruh Indonesia, terlihat sangat menikmati acara ini. Apalagi, hal tersebut juga berkenaan dengan studi yang ditempuh peserta di perguruan tinggi masing-masing.

Diyan Fathurrahman, Gubernur BEM FAI UAD sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Umum FEM FAISI berharap penuh pada kegiatan Rakernas ini.

“Semoga seluruh anggota FEM FAISI dapat merawat, memperjuangkan, serta mendukung berjalannya forum ini. Terlebih ini adalah forum yang masih baru, sudah seharusnya kita memperjuangkan dan memperbaikinya sampai terwujud FEM FAISI yang seutuhnya, seperti harapan kita semua.”

Diyan menambahkan, “Terselenggaranya Rakernas di UAD ini juga berkat bantuan dari dekanat serta UAD. Kami sangat dimudahkan dalam hal birokrasi, administrasi, dan perizinan. Dari konsultasi, saran, dan bantuan semua pihak UAD inilah kegiatan Rakernas dapat diadakan.” (AKN)

Mahasiswa Asing Belajar Membatik

Batik merupakan salah satu warisan kebudayaan Indonesia yang diwariskan secara turun temurun. Di kota Yogyakarta, batik menjadi salah satu ikon istimewa. Ada cukup banyak produsen batik, mulai dari lukis, cap, maupun printing. Di Universitas Ahmad Dahlan (UAD), batik menjadi materi kuliah budaya Indonesia bagi mahasiswa asing.

Rabu (22/11/2017), 14 mahasiswa asing UAD dari beberapa negara belajar membatik tulis di Batik Kelik. Mereka berasal dari Mesir, Tiongkok, Vietnam, Tunisia, dan Thailand. Robi, pemilik Batik Kelik menilai antusias dari mahasiswa asing UAD sangat luar biasa.

“Cukup banyak turis yang ke sini, tapi mahasiswa asing UAD berbeda. Mereka terlihat bersemangat dan mau belajar sungguh-sungguh. Jadi tidak sekadar ingin mencoba-coba saja,” ujarnya.

Sementara Hermanto, M.Hum., dosen pengampu matakuliah kudaya Indonesia, menerangkan, matakuliah ini untuk mengenalkan bahwa Indonesia memiliki beraneka ragam produk kebudayaan. Batik salah satunya.

“Membatik merupakan matakuliah praktik. Sebelumnya, kami sudah mengajarkan teori keilmuan tentang batik. Ini adalah matakuliah yang sangat ditunggu-tunggu. Semangat dan antusias mereka terlihat saat sedang membatik.”

Adam, mahasiswa yang berasal dari Mesir merasa membatik sangat susah. Dibutuhkan fokus dan ketenangan.

“Susah, karena harus fokus dengan canting dan garis-garisnya. Tidak boleh bergetar. Kami senang bisa belajar membatik. Kalau boleh, saya ingin setiap hari membatik biar bisa menjadi ahli batik,” terangnya.

Rencananya, karya para mahasiswa asing ini akan dipajang di bazar yang diselenggarakan Kantor Urusan Internasional (KUI) UAD 25 November mendatang di green hall kampus 1, Jln. Kapas 9, Semaki, Yogyakarta. (ard)